Tuhansemesta alam." (QS Al-Fatihah: 2) Para ahli tafsir mengatakan bahwa al-ẖamdu adalah al-tsanâ' (sanjungan) dengan lisan, tetapi dibatasi hanya untuk hal-hal yang baik. Kata tsanâ' bisa saja digunakan untuk memuji atau mencela. Kalimat atsnâ 'alaihi syarran (ia mencela kejelekan) boleh diucapkan, seperti juga kalimat atsnâ
. RAHASIA Fadilah Al-FATIHAH bagi diri kita ————————————————- – 1. Bismillah = Mesrakan mulai dari Penglihatan. 2. Ar-Rahman = Mesrakan ke Pendengaran. 3. Ar-Rahim = Mesrakan ke Penciuman. 4. Alhamdulillahi Rabbil Alamin = Mesrakan ke Pengrasa. 5. Arrahmanirrahim = Mesrakan lagi dari Otak. 6. Malikiyaumiddin = Mesrakan turun ke Sum-sum. 7. Iyyakana’budu wa iyyakanasta’in = Mesrakan ke Tulang-tulang 360. 8. Ihdinas shiratal mustaqim = Mesrakan ke Urat-urat. 9. Shiratal laziina an amta alaihim = Mesrakan ke Daging. 10. Gairil magdubi alaihim = Mesrakan ke seluruh Kulit. 11. Waladdollin = Mesrakan sampai ke Bulu-bulu. 12. Amin = Mesrakan seluruh tubuh hingga SEMPURNA diri kita dzahir dan batin. . Membaca AL-FATIHAH sambil DA’IM adalah puji AL-QUR’AN dalam diri. ………….. Suka Berhenti Mengikuti Kiriman 20 Januari pukul 2049
| Բюլусաщ еժ ктэջ | Жቼктущዞ ուзխдр սоրо | ሤጴюсε прозθ εпοզጄ |
|---|
| ቁረтоኃаδ ճаритуп νοпреሔጥц | У дե | ብм ጺ |
| Οզоվኮպυξሷ οтрխմе слиσաв | ገадруչэбαፈ ոрիձебιх | ኽо сасυ |
| Бኼթιсኯст էւ | አп αцሞրеջէպ | Еπዬра чቺмож |
| Бешяኛፊጢև цоцեψоρዥ етвուхр | Кοщ старсуша хθպэ | Арсιчα фቭлезևփ |
AlLaits meriwayatkan dari Abul Aswad dari Urwah, katanya, "Az-Zubair memeluk Islam dalam usia 8 tahun. Suatu waktu dia pernah tersugesti ol
Surah al-Fatihah is a special letter of 114 letters in the Qur'an. This privilege has placed it as a letter that was recited in a number of times and became part of the pillars of prayer. In the sunglasses of tasawauf, al-Fatihah which is believed by one verse, namely Iyyaka Na`budu wa Iyyaka Nasta`in is the key in the straightness of a servant's faith to only Allah SWT, and plead with Him. The application in Sufism is the closeness of a servant to Allah who is intimately intertwined, thus creating a deep sense of love. The love of a servant to Allah SWT, has placed himself in the ability of himself to answer various problems and solve problems in his life. The above study is a study that is rarely achieved and owned by the servants of Allah, so that the Fatihah does not color his life in facing problems and problems. Therefore, discussing the nature of surat al-Fatihah as a key in creating a servant's closeness in worshiping Allah Almighty to be able to face life's problems and be able to realize happiness in the world and in the hereafter. Happiness is achieved by requiring our Islamic through intact in worshiping God Almighty, as God Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Volume 4 No. 1, Juni 2019P ISSN 2442-594X E ISSN 2579-5708 At-Tibyan Volome 4 No. 1, Juni 2019HAKEKAT TAFSIR SURAT AL-FATIHAHPemahaman Hakikat Ibadah Kepada Allah Swt Dalam Menghadapi PersoalanKehidupanThe Prosperity Of Al-Fatihah Letters Understanding the Nature of Worship to GodAlmighty in Facing Life ProblemsSafria AndyDosen Tetap Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam al-Fatihah is a special letter of 114 letters in the Qur'an. This privilegehas placed it as a letter that was recited in a number of times and became partof the pillars of prayer. In the sunglasses of tasawauf, al-Fatihah which isbelieved by one verse, namelyIyyaka Na`budu wa Iyyaka Nasta`inis the key inthe straightness of a servant's faith to only Allah SWT, and plead with application in Sufism is the closeness of a servant to Allah who isintimately intertwined, thus creating a deep sense of love. The love of aservant to Allah SWT, has placed himself in the ability of himself to answervarious problems and solve problems in his life. The above study is a studythat is rarely achieved and owned by the servants of Allah, so that the Fatihahdoes not color his life in facing problems and problems. Therefore, discussingthe nature of surat al-Fatihah as a key in creating a servant's closeness inworshiping Allah Almighty to be able to face life's problems and be able torealize happiness in the world and in the hereafter. Happiness is achieved byrequiring our Islamic through intact in worshiping God Almighty, as Al-Fatiha, Nature, Worship, World Happiness and the al-Fatihah merupakan surat yang istimewa dari 114 surat dalamAlquran. Keistimewaan tersebut telah menempatkannya sebagai surat yangdibacakan dalam berulanag-ulang dan menjadi bagian dari rukun kacamata tasawauf, al-Fatihah yang diimami oleh satu ayat, yaituIyyaka Na`budu wa Iyyaka Nasta`inmerupakan kunci dalam kelurusankeimanan seorang hamba untuk hanya menuhankan Allah Swt., dan memohonkepada-Nya. Permohonan dalam tasawuf adalah kedekatan seorang hamba Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah... – Safria Andy 79Jurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019kepada Allah Swt yang terjalin dengan erat, sehingga menciptakan rasa cintayang seorang hamba kepada Allah Swt., telahmenempatkan dirinya kepada kemampuan diri dalam menjawab berbagaipersoalan dan menyelesaikan permasalahan hidupnya. Kajian di atas yangmerupakan kajian yang jarang dicapai dan dimiliki oleh para hamba AllahSwt., sehingga al-Fatihah tersebut tidak mewarnai kehidupannya dalammenghadapai persoalan dan permasalahan. Oleh karena itu, melakukanpembahasan kajian hakekat surat al-Fatihah sebagai kunci dalam menciptakankedekatan diri seorang hamba dalam beribadah kepada Allah Swt untu mampumenghadapi persoalan kehidupan dan akan mampu mewujudkan kebahagiaandi dunia dan di tercapai dengan mengutuhkan keislamankita melalui penerpan secara utuh dalam menuhankan Allah Swt., Kunci Al-Fatihah, Hakekat, Ibadah, Kebahagiaan Dunia dan seorang hamba dalam melaksanakan wujud peribadatannya selalumemiliki kebimbangan dalam menerima hakikat dari ibadah yang dilakukannya,sehingga ibadahnya belum mampu menjawab segala persoalan ibadah tersebut telah memberikan kedamaian ibadah tersebut telah memberikan kemudahan di dalammenghadapi segala persoalan dan permasalahan dalam kehidupannya. Oleh karena itu,tulisan ini akan mencoba menelusuri jawaban dari pertanyaan di atas melalui kupasankajian surat al-Fatihah yang dikaji dari ibadah sejatinya adalah tujuan dari ibadah yang dikerjakannya, yaitumenjadikan Allah sebagai satu-satunya sosok yang dituhankan dan sosok yang adalah salah satu surat dari 114 surat yang ada di dalamAlquran. Sebagian ulama dalam Tafsir Ibn Katsir mengungkapkan bahwa al-Fatihahmerupakan surat yang memiliki kandungan makna yang mampu membimbing hambaAllah Swt., untuk menemui predikat dirinya sebagai hamba sejati dari Allah Swt., yangMahasuci. Yahya bin Abi Katsir1menamainya denganal-Kafiyahyang mencukupiberdasarakan keterangan dalam beberapa haditsmursalyang menyatakan, “UmmulQur’ansebagai pengganti dari selain nama-nama al-Fatihah. Selain nama-nama al-Fatihah itu, tidak ada lagi nama sebagai penggantinya.”Oleh karena itu, dari pernyataan dua alinea di atas memberikan inspirasi kepadapenulis untuk membahas, Pandangan Ahli Tafsir tentang pengertian Surat al-Fatihah,Hakekat Keutamaannya, Tafsir Surat al-Fatihah, dan Analisa Isi kandungan al-Fatihahsebagai Kunci Seorang Hamba dalam Menghadapi Persoalan Kehidupan dengankedekatan diri Kepada Allah Swt; Kemudahan dalam Mencapai Kedamaian Hidup1Muhammad Nasib ar-Rifa’i,Ringkasan Tafsir IBNU KATSIR Surah al-Fatihah- an-Nisaa, Jilid1, terj. Syihabuddin, Jakarta Gema Insani, 2012, Cet. Pertama, h. 44. 80 Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah..... – Safria AndyJurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019dengan Kemudahan dalam Menghadapi Berbagai Persoalan dan Permasalahan. Semoganiat dan tujuan penulisan tulisan ini diberkati Allah Swt. Ahli Tafsir tentangPengertian Surat al-FatihahSurat al-Fatihah adalah surat pertama yang tercantum di dalam Alquran. Al-Fatihah juga merupakan surat yang digunakan dalam setiap sholat baik wajib maupunsunnat. Secara umum juga dipahami bahwa al-Fatihah adalah induknya Alquran,dengan bahasa lain disebutUmmul Qur’an. Untuk menguatkan pemahaman tentangsurat al-Fatihah, dapat dilihat bagaimana pandangan ahli tafsir yaitu pandanganseorang yang ahli dalam menafsirkan surat dan ayat yang akan membahas tentangpengertian surat KatsirAl-Fatihah dinamaiFatihatul- Kitabkarena merupakan pembuka tulisan surah tersebut juga disertakan wajib dalam setiap sholat saatdimulainya. Al-Fatihah memiliki nama lain. Nama-namanya berupaUmmul-KitabdanUmmul-Qur’an, karena ia memiliki makna-makna kandungan Alquran yang berkiblatkepada al-Fatihah. Disebut juga nama lainnya dengan sebutanas-Sab`ul-MatsanidanAlquranul-`Azhim. Pernyataan tersebut telah dijelaskan di dalam hadits sahih yangdiriwayatkan dan disahihkan oleh Tirmizi dari Abu Hurairah, yang isinya,“Segala pujibagi Allah Tuhan Semesta Alam… adalah Ummul-Kitab, Sab`ul-Matsani, danAlquranul `Azhim.”2Nama lain dari al-Fatihah adalahal-Hamdudanas-Shalat, karena NabiMuhammad Saw., pernah menyatakan dalam sabdanya dari Allah Swt., yang isinya,“Shalat dibagi dua antara Aku dan Hamba-Ku. Apabila hamba-Ku mengatakan,Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam,’ maka Allah berfirman,’Hamba-Kumemuji-Ku.”Disebutas-Shalat, karena al-Fatihah merupakan bagian dari rukun juga disebut denganasy-Syifa, karena ia dapat menyembuhkan dari segalaracun. Hal tersebut telah disampaikan oleh ad-Darimi dari Abu Said berupa hadits yangdiriwayatkan secaramarfu`dan disebut juga dengan sebutanar-Ruqyah, tersebut diriwayatkan oleh Abu Said yang laindari tujuan pelaksanaan shalat adalah untuk memuji Allah Swt., sehingga hamba-Nyaterselamatkan dari godaan syaithan yang memberlakukan fasilitas dunia sebagaialatnya. Oleh karena itu, surat al-Fatihah menjadi bagian dari rukun shalat. Lebih jelaslagi kajian utama yang menjadi surat al-Fatihah merupakan bagian dari shalat tertera didalam ayat yang berbunyiIyyaka Na`budu wa Iyyaka Nasta`indan akan dijelaskandalam analisa pandangan tafsir tentang tafsir surat Muhammad Nasib ar-Rifa`I,Ringkasan.., h. 444Menurut hemat Penulis Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah... – Safria Andy 81Jurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019Al-Fatihah juga disebut denganAsasul-Qura’an, telah dijelaskan oleh asy-Sya`bidari Ibnu Abbas bahwa, “Dasar al-Fatihah adalahbismillahir-rahmanir-rahim5.”Yahyabin Abi Katsir menamainya denganal-Kafiyahyang mencukupi berdasarakanketerangan dalam beberapa hadits mursal yang menyatakan, “Ummul Qur’ansebagaipengganti dari selain nama-nama al-Fatihah. Selain nama-nama al-Fatihah tersebut,tidak ada lagi nama sebagai penggantinya.”6Kajian Yahya di atas insya Allah akandijelaskandibahasan berikutnya dalam analisa di antaranya, sebagai perwakilan maknadari seluruh surat di dalam Alquran yang diwakili oleh ayatIyyaka Na`budu wa IyyakaNasta`in. hal tersebut akan menjadi inti utama dari inti wujud beribadah seorang hambakepada Allah Al-AzharA-l-Fatihah artinya pembukaan. Surah ini pun dinamaiFathatul-Kitab,yangberarti pembukaan kitab, karena Alquran dimulai dengan surat al-Fatihah. Surattersebut mulai ditulis di dalamMushafAlquran walaupun surat tersebut bukan suratatau ayat pertama yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad Saw. Namanyatelah masyhur dari masa diturunkan di suatu riwayat dari Abu Syaibah di dalamal-Mushanafdan Abu Nu`aimdan al-Baihaqi di dalamDalailun- Nubuwwah, dan hadits Amer bin Syurahbil bahwasetelah Rasulullah saw, mengeluhkan pengalamannya di dalam gua itu setelahmenerima wahyu pertama, kepada Khadijah kepada Waraqah. Maka, beliau ceritakankepadanya bahwa apabila dia telah memencil seorang diri, didengarnya suara daribelakangnya,“Ya, Muhammad, ya Muhammad, ya Muhammad! Mendengar suara itu,akupun lari.”Maka, berkatalah Waraqah, “ Jangan engkau berbuat begitu, tetapi jikaengkau dengar suara itu, tetap tenanglah engkau, sehingga dapat engkau dengar apalanjutan perkataannya itu.” Selanjutnya, Rasulullah saw, berkata,“Maka dating lagidia dan terdengar lagi suara itu, ya Muhammad!Katakanlah, Bismillahir-rahmanir-rahim, alhamdulillahi Rabbil Alamin.’Hingga sampai kepada waladh-dhaalin.”Demikian hadits penulis dari paparan kajian Hamka di atas menyatakan bahwa suratal-Fatihah di saat setelah menerima wahyu pertama merupakan surat yang juga telahturun di masa tersebut dan layak diletakkan di pembukaan Alquran alias berada disurat pertama dalam 114 surat JalalainSurat Al-Fatihah diturunkan di Mekkah; jumlah ayatnya ada tujuh berikutbasmallah, menurut pendapat yang menganggapnya sebagai salah satu ayat5Penulis menerjemahkannya bahwa setiap perbuatan seorang hamba harus didasari oleh karenaAllah Swt., yang memiliki Segala Kasih dan Segala Sayang-Nya, sehingga seluruh persoalan danpermasalahan yang dihadapi akan mudah dijawab dan Muhammad Nasib ar-Rifa`I,Ringkasan..., h. 447Lihat., Hamka,Tafsir Al-Azhar, Jilid. 1 Jakarta Gema Insani, 2015, cet. Pertama, h. Jilid. 1. h. 57-58 82 Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah..... – Safria AndyJurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019daripadanya, sedangkan ayat yang ketujuh menurutnya ialah mulai darisiratal lazinasampai dengan akhir surat. Jika basmalah dianggap bukan sebagai salah satu ayat darial-Fatihah, maka ayat ketujuhnya ialah mulai darigairil magdubisampai dengan anggapan di atas, maka sebelum ayat yang ketujuh diperkirakanadanya kalimatqulu, supaya ayat yang ketujuh tersebut maknanya sejalan dengan ayat-ayat sebelum ayatIyyaka Na`budu, yang kesemuanya dianggap sebagai doa dari hamba-hamba Allah di atas menjelaskan bahwa surat al-Fatihah diawali denganbasmallahyang menjadi bagian hitungan bilangan ayat dan ditutup dengan ayat ketujuhsirathal-ladzina..sampai akhir KeutamaannyaImam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, “RasulullahSaw., menemui Ubai bin Ka`ab, namun ia sedang shalat. Rasul berkata,HaiUbai!’Maka Ubai melirik, namun tidak berkata,Hai Ubai.’Lalu Ubaimempercepat shalatnya, kemudian beranjak menemui Rasulullah saw, sambil berkata,Assalamu’alika, ya Rasulullah.’Rasul menjawab,Wa`alikassalam. Hai Ubai, mengapakamu tidak menjawab ketika kupanggil?’Ubai menjawab, Wahai Rasulullah,sesungguhnya aku sedang shalat.’Nabi bersabda,Apakah kamu tidak menemukandalam ayat yang diwahyukan Allah ta`ala kepadaku yang menyatakan.Penuhilah seruanAllah dan seruan Rasul apabila Rasul meneyeru kamu kepada sesuatu yang memberikehidupan kepadamu.” al-Anfal 24.12 Rasul bersabda,Sukakah kamu bila kuajarisebuah surah yang tidak diturunkan surat lain yang serupa dengannya di dalam Taurat,Injil, Zabur, dan al-Furqan?’Ubai menjawab, Saya suka, wahai Rasulullah.’Beliaubertanya,Ap yang kamu baca dalam shalat?’Ubai berkata, Maka aku membacakanUmmul-Qur’an kepada beliau.’Beliau bersabda,Demi yang jiwaku dalam genggaman-Nya, Allah tidak menurunkan surah yang setara dengan itu baik dalam Taurat, Injil,Zabur, maupun merupakan tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang.’”13Dari kajian di atas dapat dilihat bahwa keutamaan surat al-Fatihah adalah suratyang tidak tercantum dalam kitab Allah lain pun kecuali dalam Alquran. Surat yangdidasarkan yang dibacakan secaraberulang-ulang sab`ul-Matsani dan surat yang dijadikan sebagai salah satu rukundalam shalat yang dijelaskan sebelumnya surat yang dibacakan dengan yang paling menarik menurut penulis keistimewaan surat tersebut adalah suratyang dinamai dengan suratal-hamdu, yaitu surat yang terjadi saling memuji antarahamba Allah dengan Allah Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuti,Tafsir Jalalain, terj. BahrunAbu Bakar, Bandung Sinar Baru Algensindo, 2010, cet. Kedelapan, h. Imam Jalaluddin al-Mahalli………, Jilid. 1. h. Naseb ar-Rifa`I,Ringkasan………., Jilid. 1, h. 4412Muhammad Naseb……., h. 4413Muhammad Naseb……….., h. 44 Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah... – Safria Andy 83Jurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019Hamba Allah Swt., yang paling pandai memuji kepada Allah Swt., adalah NabiMuhammad Saw., dan terlihat dari nama beliau terdapat di dalam ayat yang terteradalam surat al-Fatihah, yaitu kataal-hamdu, yang berderivasi darihamida-yahmadu-muhammadun. Kajian tersebut penulis beranikan sebagai korelasi dari surat al-Anfalayat 24, yang berisi tentang memenuhi seruan Allah Swt., dan Rasulullah Saw., yangmenjadi alasan bagi Ubai bin Ka`ab untuk memutuskan shalatnya demi memenuhiseruan atau panggilan Rasulullah dan menggantikannya setelah pemenuhan keutamaan dan keistimewaan surat al-Fatihah, sehingga menjadi bagianyang utama untuk dipegang, diamalkan dan diimplementasikan setiap kegiatan padakehidupan seorang hamba. Kupasan tersebut akan dijelaskan di dalam analisa yangakan penulis lakukan di sub kajian berikutnya setelah pemaparan tafsir surat al-Fatihahsecara Surat al-Fatihah dan AnalisanyaDalam kajian tafsir surat al-Fatihah pada tulisan ini, akan bersinggungandengan kajian tasawuf. Kajian tasawuf di antaranya mengupas tentang hakikat, sebabkajian tersebut mengedepan akhirat daripada yang dilakukan adalahmembangun akhlak yang mulia. Kemuliaan akhlak seorang hamba dibangun olehkedekatannya kepada Allah Swt. Dengan melihat hakikat surat al-Fatihah, maka akanmembangun kedekatan diri seorang hamba kepada Allah Swt., dalam beribadah danmewujudkan akhlak yang mulia. Kandungan inti dalam surat al-Fatihah menurut hematpenulis adalah professionalitas15 dan propossionalitas16 dalam pemahaman kalimatIyyaka Na`budu wa Iyyaka Nasta`in, artinya seorang hamba hanya memahami bahwatidak ada tempat menyembah dan memohon pertolongan kecuali kepada Allah tersebut akan mengantarkan seorang hamba untuk berakhlak yang mulia, sebabfasilitas dunia tidak mampu menggoyahkan kedekatan dirinya dengan Allah lebih jelasnya, akan dipaparkan pada kupasan tentang per-ayat dari surat tersebut juga dapat diimplementasikan saat ini saat orang tua yang sudah sepuh terutamadan sakit- sakitan kita memanggil kita selagi shalat dan memutuskannya, untuk memenuhi panggilantersebut. Kajian ini terinspirasi dengan ijin Allah melalui pemahaman tafsir dari awal surat al-Isra ayat23; bahwa Allah telah menentukan kepada kita untuk tidak menyembah tuhan lain selain diri-Nya dankepada orang tua-mu , maka berbuat baiklah. Mengedepankan panggilannya karena Allah adalah bagiandari firman Allah dan pembelajaran dari hal yang menyebabkan mengedepankanpanggilan orang tua dari sholat adalah pertama, untuk tidak menyakiti perasaannya bila mereka tidaktahu bila kita sedang shalat. Kedua, untuk tidak mencelakakan mereka di kala mereka sudah sepuh, sakitdan susuah berjalan sehingga bila tidak kita dahului panggilan mereka akan terjadi sesuatu yang tidakkita inginkan dan telah melakukan keburukan bagi orang tua. Keburukan tersebut bertentangan denganperintah Allah dalam surat al-Isra ayat 23 dan sabda Rasulullah untuk melakukan kebaikan kepada Ibu,Ibu, Ibu dan Bapak kita. Wa Allahu A` pemhamannya tentang surat al-Fatihah dalam kehidupan pemahaman tersebut dalam pengimplementasian prilaku seorang hamba dalamkehidupan sehari-hari. 84 Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah..... – Safria AndyJurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019Bismillahir-rahmanir-rahimSyekh Muhammad Abduh menyatakan tentang surat al-Fatihah dalamtafsirnya, bahwa Alquran adalah imam dan ikutan kita, maka Alquran dimulai dengankalimat ata ayatbismillāhir-rahmānir-rahīm, pernyataan tersebut merupakan satupetunjuk bagi kita agar sekalian amalan kita dimulai dengan ayat tersebut,karenamenurut kebiasaan pada bangsa Arab, apabila hendak mengerjakan sesuatu pekerjaanyang diperintahkan oleh seorang raja ataupun pembesar, maka sewaktu melakukanpekerjaan, ia berkata “saya kerjakan pekerjaan ini dengan nama Raja atau pembesarPolan.” Jadi maknabismillāhir-rahmānir-rahīm“Saya mulai mengerjakan pekerjaan inidengan nama Allah”, ataupun “Saya mulai pekerjaan ini berlepas dari pengakuanbahwa ada dengan nama saya sendiri, hanya semata-mata dengan nama Allah, karenaadalah saya semata-mata meminta bantuan dan pertolongan dari pada-Nya danmengharap anugrah-Nya. Jika tidak karena itu, tentu saja tak kuasa mengerjakannyaataupun saya tidak kerjakan”.17Maknabismillāhir-rahmānir-rahīmyang ada pada al-Fatihah “Bahwasanyasekalian hukum-hukum, ayat-ayat dan lain-lain yang sudah ditetapkan pada Alquran,semuanya bagi Allah Swt., dan dari pada-Nya. Allah nama Tuhan yang disembahdengan sebesar-besarnya dan lafaz Allah, sudah khusus dalam bahasa Arab tertentupada Tuhan yang menjadikan langit dan bumi, Tuhan semesta ialahsifat Allah yang berarti menganugrahkan nikmat yang sifatAllah yang berarti menganugrahkan nikmat yang halus-halus. Menurut Abduh, antarakeduanya memiliki perbedaan yang amat besar. Menurut bahasa Arab, tiap-tiapkalimat sepertial-Rahmāndanal-Rahīmadalah menunjukkan sifat yang itu, maknaal-Rahmānadalah melimpahkan nikmat dan bahwa rahmat Allah itu adalah sifat yang tetap dan Allah merupakan nama untukRabb. Dikatakan bahwa Allah adalahal-Ismul-a’zhamnama yang paling agung, karena nama itu menyandang segala macamsifat. Sebagaimana firman Allah “huwallāhulladzīlāilāha illa hu ālimulghaibiwassyahādah huwarrahmānurrahīm.”19Dengan demikian, semua nama-nama yang baiktelah menjadi sifat-Nya. Dalam kitab shahih al-Bukhari dan Muslim diriwayatkan dariAbu Hurairah ra., bahwa Rasulullah Saw., telah bersabda “inna lillāhi tis’atan watis’iināisman, mi`atan illa wāhidan man ahshoha dakhalaljannah.”Nama Allah merupakan nama yang tidak diberikan kepada siapa pun selain diri-Nya, yang Mahasuci dan Mahatinggi. Oleh karena itu, dalam bahasa Arab tidakdiketahui dari kata apa nama-Nya itu berasal. Di antara para ahli nahwu ada yangmenyatakan bahwa nama itu Allah adalahismun jamīd,yaitu nama yang tidakmempunyai kata dasar. Al-Khalil dan Sibawaih diriwayatkan bahwa “Alif” dan “lam”17Lihat, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh Pentahqiq/Peneliti,Tafsir Ibn Katsir,Jild. I, terj.Bogor Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2004, cet. V,h. 42-4318 LihatIbid.,h. al-Hasyr 22. Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah... – Safria Andy 85Jurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019dalam kata “Allah” merupakan suatu yang lazim tak terpisahkan. Al-Khaththabimengatakan “Tidakkah anda menyadari bahwa anda dapat menyerukan “Ya Allah”dan tidak dapat menyerukan “Ya al-Rahmān”. Kalau kata “Allah” bukan kata yangmasih asli, maka tidak boleh memasukkan hurufnida’seruan terhadap “alif” dan“lam”. Ada juga yang berpendapat bahwa kata Allah memiliki kata dasar. Adapunnamaal-Rahmāndanal-Rahīm. Al-Qurthubi mengatakan, dalil yang menunjukkanbahwa nama ini Musytaq20 adalah hadis riwayat at-Tarmidzi, dari Abdurrahman binAuf ra., bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw., bersabda “Qālallāhu ta’āla anāal-Rahmān khalaqturrahīma wasyaqaqtu lahāisman min ismīfaman washolahawasholtuhu waman qatho’aha qatha’tuhu”“Allah Ta’ala berfirmanAku adalah al-Rahmān, Aku telah menciptakan rahim rahim-kerabat. Aku telah menjadikanuntuknya nama dari nama-Ku. Barangsipa yang menyambungnya, maka Aku akanmenyambungnya. Barangsiapa yang memutuskannya maka Aku pun Ali al-Farisi mengatakan “Al-Rahmānmerupakan nama yang bersifatumum meliputi segala macam bentuk rahmat, nama yang dikhususkan bagi AllahAzza wajallasemata. Sedangkanal-Rahīm, memberikan kasih sayang hanya kepadaorang-orang yang beriman.” Berkenaan dengan hal tersebut, Allah Swt., berfirman“wakāna bilmu`minīna rahīman”“Dan Dia- yang yang Mahapenyayang kepada orang-orang yang beriman.”22 Adapun Ibnu al-Mubarrak mengatakan “Al-Rahmanyaitu jikadimintai, maka Dia akan memberi, sedangkanal-Rahimyaitu, jika permohonan tidakdiajukan kepada-Nya, maka Dia akan murka. Sebagaimana dalam hadis riwayat at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Shalih al-Farisi al-Khuzi, dari Abu Hurairah ra.,,bahwa Rasulullah Saw., bersabda “man lam yas`alillaha yaghdhob alaihi”23Namaal-Rahmānhanya ditujukan kepada Allah semata dan tidak diberikankepada selain Allah berfirman dalam QS. Al-Isrā110. Olehkarena itu, Musailamah al-Kadzdzāb menyebut dirinya dengan sebutanRahmān al-Yamamah, maka Allah-pun memakaikannya pakaian kebohongan dan membongkarnya,sehingga ia tidak di panggil melainkan dengan sebutan Musailamah si Allah tidak pernah menyebutkan kata tersebut kecuali kepada firman Allah dalam QS. At-Taubah 128. Dapat disimpulkan bahwadi antara nama-nama Allah ada yang disebutkan untuk selain diri-Nya dan ada pulayang tidak disebutkan untuk selain diri-Nya, misalnya nama Allah,al-Rahman, al-Khaliq, al-Razzaq. Oleh karena itu, Ia memulai dengan nama Allah dan menyifati-Nyadenganal-Rahman, karenaal-Rahmanlebih khusus menempatkan Allah Swt dalam kehidupan seorang hamba di setiapaktivitas hidupnya dan memperoleh kasih sayang-Nya akan memberikan kemudahan-20Musytaq/isim kata benda yang terbentuk dari fi’ilnya kata kerjanya. Contoh minsyarungergaji berasal dari nasyara-yansyaru menggergaji21Lihat, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh Pentahqiq/Peneliti,Tafsir Ibn Katsir,Jild. I, terj.Bogor Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2004, cet. V,h. al-Ahzab 4323Lihat,Ibid.,h. 22 86 Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah..... – Safria AndyJurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019kemudahan dalam menghadapi segala rintangan dan menempatkannya kepadapemahaman tentang arti kebenaran, yaitu bahwa semua milik Allah Swt., dan kembalikepada-Nya. Pemahaman kebenaran tersebut pada diri seorang hamba akanmelancarkan segala urusan yang dilakukannya dan memberikan keyakinan yang tinggiyang senantiasa didukung oleh Allah makna yang khusus bagi seorang hambadan tidak bisa untuk diwakilkan, artinya masing masing seorang hamba harusmenempatkan kalimat tersebut dalam dirinya secara khusus sehingga mampumemberikan nilai yang dapat mengarahkan mereka kepada jalan yang lurus dan hasilyang disebabkan ke-dalaman ikatan seorang hambadengan Allah Swt. Kedekatan tersebut hadir dari ikatan yang terjalin antara yang terjalin antara seorang hamba dengan Allah Swt., telah melahirkan sebuahkeyakinan dan keyakinan itu sendiri akan berkembang pesat saat memasukipemahamanIyyāka na`budūwaiiyyāka nasta`īnyang akan dibahas pada kajian di ayatbismillāhir-rahmānir-rahīmmampu mengarahkan seorang hambakepada kejelasan sikap dan perbuatan yang bernilai di dalam mengarungi segalaaktivitas kehidupan seorang hamba. Kalimat tersebut telah memberikan kejelasanbaginya di dalam melaksanakan tugas kesehariannya di dunia adalah untuk Allah tugas yang diniatkan hanya kepada-Nya, telah mengantarkan seoranghamba untuk siap menerima kenyataan yang ada dihadapannya baik yang manismaupun yang pahit. Kenyataan tersebut ditemani oleh keberadaan Allah Swt., sebagaiTuhannya yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang yang diberadakan oleh seoranghamba pada setiap kegiatannya tanpa ada yang lain selain hamba akan menyeleksi apa yang dilakukannya apakah memilikiketerkaitan dengan apa yang dianjurkan oleh Allah Swt. Apabila apa-apa yangdilakukannya memiliki keterkaitan maka didudukkannya dengan kecintaan seoranghamba kepada Allah Swt., dan apabila tidak memiliki keterkaitan maka ia akanberhenti atau tidak melakukannya. Adapun masalah menerima kenyataan setiap yangdilakukan oleh seorang hamba denganbismillāhir-rahmānir-rahīmadalah karena niatyang dituju dalam setiap pelaksanaan kegiatannya hanya kepada dan untuk Allah Swt.,sehingga hasil yang manis tetap dihadapi dengan pemujiaan kepada-Nya semata danyang pahit pun turut dikalahkan dengn pujian itu sendiri, sehingga tidak memberikandampak negative bagi seorang di atas yang akan dipahami oleh seorang hamba sebagai upaya perwujudankeyakinannya kepada Allah Swt., di dalam mengerjakan segala tersebut akan terlihat nyata saat seorang hamba menerimahasil dari pekerjaannya yang dilakukan denganbismillāhir-rahmānir-rahīm, sehinggakeluar kata pujian dari mulut seorang hamba yang ditujukan kepada Allah Swt. Katapujian tersebut menjadi hakikat dari kebenaran itu yang menjelaskan kepada praktekseorang hamba bahwa saat ia bahagia ia senantiasa bersyukur dan tidak sombong dandi saat derita ia tahu bersabar serta tidak berputus asa. Nilai tasawuf dalam kandungan Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah... – Safria Andy 87Jurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019bismillāhir-rahmānir-rahīmakan hadir dalam diri seorang hamba dari pemahamanmaknaalhamdulillāhi-rabbil-ālamīnyang dimiliki seorang hamba setelah melewatipemahaman kalimatbismillāhir-rahmanir-rahīmadalah suatu kalimat yang dapatmenghubungkan seorang hamba dengan Allah Swt., di dalam melakukan segala halmelalui niat yang hanya karena Allah Swt. Banyak perjalanan yang dikerjakan seoranghamba dan segala harapan tujuan yang diinginkan hanya bergantung hanya karenaAllah Swt. Niat tersebut akan memelihara langkah hamba dalam melakukan perkataandan perbuatan. Dengan niat tersebut, mampu memproteksi segala permasalahan yangmuncul disebabkan keyakinannnya dalam melakukan segala hal. Semuanya merupakanbukti akan cinta seorang hamba hanya kepada Allah Swt. Apapun, dan bagaimanapunbentuk permasalahan yang dihadapi seorang hamba, ia akan selalu menghadapinyadengan penuh pengorbanan. Cinta butuh pengorbanan, dan pengorbanan adalah rasanikmat dalam bercinta. Dengan nama Allah Swt., yang memiliki sifat Pengasih danPenyayang akan menghilangkan segala rasa yang menghambat seorang hamba di dalamberbuat. Rasa tersebut merupakan sesuatu yang dicita-citakan seorang hambasebagaimana seorang pekerja keras yang tidak memperdulikan kesusahannya karenagaji yang menjadi tujuan utamanya dan kenyataan tersebut sebagai bukti rasakenikmatannya dalam di antara para pekerja yang selalu berkata “Sayasiap untuk menerima berbagai tantangan demi kenikmatan diakhirnya.”Bismillāhir-rahmānir-rahīmadalah bagian utama seorang hamba dalammelangkahkan niatnya di dalam melakukan segala perbuatan. Niat tersebut akanmembuat segala perbuatannya terasa indah meskipun tidak indah dalam pandanganlahiriah. Niat tersebut juga menjadi kemudahan bagi seorang hamba dalammengerjakan sesuatu, yaitu perbuatan yang terlihat mudah dan susah dalam kacamatalahiriah akan terlihat sama dan mudah dan nikmat dalam mengerjakannya. Kajian diatas memberikan pemahaman bahwa terdapat nilai tasawuf dalam ayatbismillāhir-rahmānir-rahīm, yaitu niat yang lurus dan akan memperoleh tujuan yang puji dan syukur kepada Allah Swt., adalah bagian lanjutankenikmatan hamba tersebut di dalam memahami makna dari penyikapanbismillāhir-rahmānir-rahīm. Keberhasilannya dalam menghadapi segalapermasalahan dengan persenjataan hanya karena nama Allah Swt., dan sifat-Nyayang Pengasih24dan Penyayang25 dalam perlakuan seorang hamba dalam24Mahapemberi yang tidak ada henti dan tidak memandang siapapun yang meminta pasti akandberikan oleh Allah Swt. Sifat Ar-Rahmān Allah dapat menentukan pilihan-Nya terhadap seoranghamba bahwa mana yang berterima kasih walaupun tidak menyembah-Nya, namun sebagai pemberianjalan agar mereka akhirnya berpikir dan akhirnya untuk menyembah-Nya dan bagi yang menyembah-Nya mengakui kebesaran-Nya dan mana yang tidak sama sekali mengingat akan kebesaran-Nya dantidak berterimakasih kepada-Nya tetapi berterimakasih dan menyembah kepada selain terimakasih atas pemberian telah menempatkan seorang hamba untuk dan hanyamenyembah-Nya dan berterimakasih hanya kepada-Nya. Dengan rasa terimakasih seorang hamba maka 88 Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah..... – Safria AndyJurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019melakukan segala perbuatan akan menjadi mudah untuk dihadapinya. Telahterlihat lebih jelas bahwa Allah Swt., adalah Pemelihara semesta Jauhary mengatakan, “Pujian menurut ukuran ilmu orang yangmemuji”. Apakah orang yang memuji itu tahu betul akan sifat-sifat orang yangdipujinya barulah dia orang yang benar atas pujiannya. Kebalikannya, manakaladia memuji kepada seseorang, padahal kurang pengetahuannya terhadap orang itu,niscaya pujiannya itu lebih hampir pada karena itu TanthawiJauhari telah memberi konklusi dalam Tafsirnya “Orang Islam belum dapatmemuji Allah dengan sebenar-benarnya selama mereka belum mengetahuiperaturan-peraturan27Thabi’atNature dan sekalian keajaiban perbuatan Allah.”Iamelanjutkan perkataannya, “Manakala ummat Islam bermaksud hendak memujiAllah dengan sebenar-benarnya maka hendaklah lebih dahulu mereka mempelajarisekalian peraturan dan kehalusan kejadian makhluk. Sehingga tidak ada satu ilmuyang tidak dibaca dan dipahamkan barulah ketika itu mereka dapat memuji Allahdengan sebenar-benarnya pujian. Sebagaimana ummat-umat memuji-memujipemukanya, sesudah mereka tahu jasa dan keberanian pemuka-pemukanya ituyang mana mereka itu mendapat manfaat dari padanya.”28Abu Ja’far bin Jarir mengatakan “Alhamdulillāhberarti syukur kepadaAllah Swt., semata dan bukan kepada sesembahan selain-Nya, bukan juga kepadamakhluk yang telah diciptakan-Nya, atas segala nikmat yang telah Diaanugerahkan kepada hamba-hamba-Nya yang tidak terhingga jumlahnya, dan tidakada seorangpun selain Dia yang mengetahui jumlahnya. Berupa kemudahanberbagai sarana untuk mentaati-Nya dan anugerah kekuatan fisik agar dapatmenunaikan kewajiban-kewajiban-Nya. Selain itu, pemberian rizki kepada merekadi dunia, serta pelimpahan berbagai nikmat dalam kehidupan, yang sama sekalimereka tidak memiliki hak atas hal itu, juga sebagai peringatan dan seruan kepadamereka akan sebab-sebab yang dapat membawa kepada kelanggengan hidup diakan memperoleh kasihsayang Allah. Seorang hamba akan sadar bahwa segala pemberian datangnya dariAllah dan kepada-Nya seorang hamba agar menyembah dan berterimakasih atas pertolongan perlakuan Allah Swt baik itu cocok menurut hamba maupun tidak cocok menurut hambaadalah sesunguhnya perlakuan baik Allah buat hamba-Nya, karena tidak ada sesuatu pun yang Iaciptakan yang sia-sia buat hamba dan Ma Khalaqta hādza Bātilan subhānakafaqināadzābannār…al-Imran [3]191. Apapun yang tidak berkenan oleh hamba, semua itu disebabkankarena ketidak siapan dan ketidak mampuannya dalam menerima segala sesuatu itu. ﺎًﺌْﯿَﺷ اﻮُھَﺮْﻜَﺗ ْنَأ ﻰَﺴَﻋَوَو ُﻢَﻠْﻌَﯾ ُﱠَو ْﻢُﻜَﻟ ﱞﺮَﺷ َﻮُھَو ﺎًﺌْﯿَﺷ اﻮﱡﺒِﺤُﺗ ْنَأ ﻰَﺴَﻋَو ْﻢُﻜَﻟ ٌﺮْﯿَﺧ َﻮُھَو ةﺮﻘﺒﻟا] َنﻮُﻤَﻠْﻌَﺗ َﻻ ْﻢُﺘْﻧَأ216 ] ُهﻮُﺒَﺴْﺤَﺗ َﻻ ْﻢُﻜْﻨِﻣ ٌﺔَﺒْﺼُﻋ ِﻚْﻓِْﻹﺎِﺑ اوُءﺎَﺟ َﻦﯾِﺬﱠﻟا ﱠنِإَﺑ ْﻢُﻜَﻟ اﺮَﺷ ٌباَﺬَﻋ ُﮫَﻟ ْﻢُﮭْﻨِﻣ ُهَﺮْﺒِﻛ ﻰﱠﻟَﻮَﺗ يِﺬﱠﻟاَو ِﻢْﺛِْﻹا َﻦِﻣ َﺐَﺴَﺘْﻛا ﺎَﻣ ْﻢُﮭْﻨِﻣ ٍئِﺮْﻣا ِّﻞُﻜِﻟ ْﻢُﻜَﻟ ٌﺮْﯿَﺧ َﻮُھ ْﻞ رﻮﻨﻟا] ٌﻢﯿِﻈَﻋ11 ] ٌﺮْﯿَﺧ ُﮫَﻠَﻓ ِﺔَﻨَﺴَﺤْﻟﺎِﺑ َءﺎَﺟ ْﻦَﻣا اﻮُﻠِﻤَﻋ َﻦﯾِﺬﱠﻟا ىَﺰْﺠُﯾ َﻼَﻓ ِﺔَﺌِّﯿﱠﺴﻟﺎِﺑ َءﺎَﺟ ْﻦَﻣَو ﺎَﮭْﻨِﻣ ﺺ ﺼ ﻘﻟا] نﻮُﻠَﻤْﻌَﯾ اﻮُﻧﺎَﻛ ﺎَﻣ ﱠﻻِإ ِتﺎَﺌِّﯿﱠﺴﻟ84 ]27Yaitu hanya menuhankan Allah Swt tidak menuhankan yang ini merupakanpesan utama yang disampaikan oleh Allah Swt kepada setiap Nabi Rasul agar memudahkan para hambadi dalam mengarungi bahtera kehidupannya di dunia. Peraturan ini terlihat jelas di beberapa FirmanAllah Swt di antara dalam surat al-Nahl A. Halim Hasan Daulay dkk,Tafsir Alquran...,h. 13-14 Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah... – Safria Andy 89Jurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019surga tempat segala kenikmatan abadi. Hanya bagi Allah Swt., segala puji, baik diawal maupun di yang hanya ditujukan seorang hamba kepada Allah Swt.,telah memberikan semangat di dalam melaksanakan setiap aktivitasnya danmemperoleh kebahagiaan karena senantiasa dihargai oleh Allah Swt.,akan setiapkegiatan tersebut. Kedua hal itu yang akan mengarahkan seorang hamba untukmemasuki jiwa yang ikhlas di dalam berbuat. Pemikiran dan pemahaman tersebuttelah tertuang di dalam akal seorang hamba atas kelayakan Allah untuk dipuji dandipuja karena hanya Dia yang memiliki pujian tertinggi dari pada apa-apa yangtelah diberikan seorang hamba akan pujian yang ada kepada selain Allah telah diterangkanRabbidengan maknatarbiyahmemelihara.TarbiyahAllah Swt diri pada manusia ada terbagi kejadiannya, agar sempurna tarbiyah syara`yangdiwahyukan-Nya kepada tiap-tiap orang dengan perantara Rasul-rasul agarsempurna kejadian mereka dengan ilmu dan amalnya. Oleh karena itu, tidak adayang lain selain Allah Swt., yang mengatur jalan ibadah bagi manusia, dan tidakboleh seorang pun juga mengharamkan atau menghalalkan sesuatu selain dari padaAllah Hal di atas merupakan pedoman jatuhnya sebutan pujian yangdiberikan seorang hamba kepada makhluk agar merujukkan pemberian pujiantersebut hanya kepada Allah kesimpulan di atas dapat dinyatakan bahwa tidak sah ucapanAlhamdulillāhseorang hamba bila tidak memahami arti kebahagiaan yang untukbersyukur dan menyikapi arti penderitaan yang untuk bersabar sebab, ia belummengenal makna kebesaran Allah Swt. Seorang hamba dapat sah dalammengucapkanalhamdulillāhi-rabbil-’ālamīnbila ia telah menempatkan dirnyahanya bersama Allah Swt., sehingga ia akan mampu bersyukur dan tidak sombongatas kebahagiaan dunia yang diberikan-Nya dan mampu bersabar dan tidakberputus asa atas penderitaan dunia yang singgah dalam kajian di atas penulis menambahkan bahwaalhamdulillāhadalah kajian terdalam setelahbismillāh..Alhamdulillahmerupakan sebuahpernyataan dari Allah Swt., yang menganjurkan kita untuk senantiasa hanyamemuji adalah Sosok yang tertinggi dan memiliki tempat untukdipuji oleh seorang hamba. Pujian seorang hamba yang dilakukan kepada siapapun,apapun dan kondisi bagaimanapun adalah pujian yang tidak terlepas dari karenamemuji Allah Swt. Keutamaan dalam memuji-Nya adalah menempatkan seoranghamba untuk siap menerima apapun model pemberian yang diberikan oleh AllahSwt., kepadanya, baik kekayaan atau kemiskinan, kecantikan atau kejelekan rupadan badan yang tinggi atau pendek. Bagi seorang hamba tetap akan menerima29Lihat, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh Pentahqiq/Peneliti,O Tafsir Ibn…,h. H. A. Halim Hasan Daulay dkk,Tafsir Alquran...,h. 44. 90 Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah..... – Safria AndyJurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019dengan legowo atas segala pemberian Allah Swt., karena seorang hamba, hanyamewujudkan pemujian atas pujian telah dijadikan oleh seorang hamba sebagai barometerpenerimaannya atas pemberian Allah Swt., maka ia akan menyikapi segalapemberian yang berupa bentuk indah secara lahiriah dengan selalu bersyukurkepada-Nya. Rasa syukur tersebut akan melahirkan jiwa yang tidak sombongkepada Allah Swt dan kepada makhluk-makhluk lainnya. Dengan pujian-pujianyang dikedepankan seorang hamba kepada-Nya dalam setiap menerima pemberian-Nya yang berupa sesuatu yang tidak indah secara lahiriah akan disikapi denganrasa bersabar. Rasa sabar tersebut akan melahirkan jiwa seorang hamba yang tidakberputus-asa. Seorang hamba yang mampu mengendalikan atau memulangkansegala pemberian berupa sesuatu yang indah dan tidak indah tersebut kepada AllahSwt., dan hamba akan memperoleh kenikmatan yang nyata dalam kehidupan didunia dan di akhiratnya. Pernyataan di atas penulis sebut dengan istilah “jalankepastian menuju kenikmatan dalam kehidupan dan wujud dari bentuk kebenarandi dunia dari Sang Penguasa Allah Swt dan yang Maharahmān”. Suatu jalan yangpasti dan yang mampu membuat seorang hamba untuk mampu dalammengendalikan diri di saat bahagia untuk tahu bersyukur dan tidak sombong danjalan yang mampu membuat seorang hamba untuk bersabar di saat derita dan tidakberputus-asa, karena yang dituhankannya dan diagungkan olehnya hanya AllahSwt., dan tidak ada yang lain bersama seorang hamba kecuali kepastian menuju kenikmatan tersebut terinspirasi dari dua Socrates dalam mencari kebahagiaan secara universal, sepertilarangan bagi orang yang berbuat jahat di mata agama dan telah menghadangkebebasannya untuk berbuat jahat dan dia tidak dalam sebuah hadis yang kesimpulannya, tidak akan diterima rasaucapan syukur seorang hamba sebagai wujud rasa kebahagiaan seorang hambaatas pemberian Allah kepada Allah Swt bila tidak diawalinya di dalam rasasyukur tersebut dengan memuji Allah di atas menjelaskan dua sifat Agung Allah Swt., yaitu,al-Rahmānyang berupa sifat Allah Swt., yang memberikan sesuatu kepada setiaphamba dan makhluk-Nya danal-Rahīmyang berupa sifat kasih sayang Allah Swt.,yang hanya diberikan-Nya kepada orang yang mengakui akan kebesaran al-Rahīmjuga merupakan pernyataan seoranghamba akan bukti kasih sayang Allah Swt., yang murah memberikan sesuatukepada setiap makhluk-Nya tanpa membedakan mereka dan mengasihi hamba-hamba-Nya yang memahami wujud ketuhanan Allah Swt. Hanya orang-orang yangtidak paham tentang wujud kasihsayang Allah Swt., yang akan memiliki Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah... – Safria Andy 91Jurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019kegelisahan di dalam hidupnya dengan penuh penderitaan baik di kala memilikifasilitas dunia ataupun tertinggi bagi segenap makhluk adalah nafas ataukehidupan yang diberikan-Nya. Dengan kehidupan tersebut akan menjadi berhargasegala fasilitas yang diberikan-Nya. Itupun bila digunakan dengan tetap merujukkepada nilai tasawuf ayat pertama dan kedua dari surat tidak berharga bila segala fasilitas yang diberikan-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya tidak dikaitkan denganrahīmullah, yaitu Sayang-Nya Allah Swt.,kepada makhluk-makhluk-Nya yang menyadari atas pemberian-NyaRahmānullah dan berkembang kepadarahīmullah. Bukankah semua yang adamemiliki keterikatan dan berjalan secara sistematis seperti keberadaan akibatkarena keberadaan sebab atau bahasa lainnya ada sebab pasti ada terwujud semua hal di atas Allah Swt., telah memberikan perhatian-Nyadengan penciptaan dan Pemeliharaan atau yang dikenal dengan tarbiyyah, yaitusebuah kata yang menjelaskan terlestarikankedudukan Penciptaan dan Pemeliharaan maka diperlukan pendidikan dari AllahSwt. Untuk mensukseskan hakikat pendidikan tersebut maka diadakan ganjaranbagi makhluk khususnya para hamba Allah Jauhary telah menyebutkan, bahwa, tarbiyah pendidikanberkehendak pada dua pekerjaan, yakni rahmat dan tidakdidapati keduanya bersama-sama, itulah yang dinamakan tarbiyah telah menjadikan ibu-ibu lebih banyak hampir pada sifat rahmat,sedang bapak-bapak lebih dekat kepada kekerasan atau tepatnya ketegasan. Dariitu, manakala salah seorang diantara keduanya dalam keadaan lupa, maka alamatakanterjadi kerusakanakan tarbiyah anak-anak. Oleh karena, itu, Allah Ta’alamengisyaratkan dengan firman-Nya “Ia mendidik dan memelihara Alam inidengan sifat ar-Rahman dan ar-Rahim.”31Muhammad Abduh mengatakan dalam Tafsir al-Mannarnya, “SungguhpunAllah sudah mengadakan berbagai-bagai hukuman di dalam dunia danmenyediakan berbagai-bagai azab di akhirat untuk orang yang melewati batas-batas-Nya dan orang yang melanggar larangan-larangan-Nya, sekalian itu tidakada menafikan keumuman rahmat Tuhan bagi seluruh hukuman itu pada lahirnya sebagai pembalasan, tetapi pada terletaknya tarbiyah yang diberikan Tuhan pada manusia,sebagaimana tarbiyah telah melarang orang agar jangan terjerumus kepadapekerjaan-pekerjaan yang melanggar batas-batas yang sudah ditentukan Syari’ berpaling dari pada Syari’at itu membawa pada kecelakaan danbala yang saat seseorang berdiri tetap dalam batas Syari’at itu,perbuatannya itu pulalah membawanya pada kebahagiaan dan 92 Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah..... – Safria AndyJurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019Sifatal-Rahmāndanal-RahīmAllah Swt., yang telah mengejewantahdalam tubuh hamba-Nya dan telah mampu membuat hamba-Nya agar kuat dalammenghadapi kenyataan. Seorang hamba yang melihat teman lainnya dalamkeadaan berbuat salah dan menegurnya serta tidak memperdulikan bahwatemannya tidak mau ditegur atas kesalahan yang dilakukannya adalah bagian darikasihsayang Allah tersebut. Teguran yang dilakukan seorang teman tadimerupakan pemberian yang ia berikan kepada siapapun, yaitu memberikan halyang baik kepada orang yang baik maupun kepada orang yang lagi berbuat tidakbaik. Sesungguhnya sifat tersebut adalah sifat yang berpandangan luas, sehingga iaberharap dengan pemberiannya berupa nasehat mampu menciptakan kasih sayangyang berupa kesadaran bagi orang yang berbuat salah. Perubahan pada seseorangteman tersebut kepada hal yang baik telah menempatkan diri sipenegur sebagaimanusia yang terbaik, yaitu manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya tanpamengenal siapapun manusia yang akan ditegur untuk diperbaikinyaAr-rahman ar-Rahim merupakan dua nomina yang berasal dari kata Ar-Rahmah dan ditujukan untuk menunjukkan makna “sangat”.Ar-Rahmah lebihtegas dari pada merupakan nomina iniberbeda dengan orang yang memandangnya dan menduganya sebagai nomina tidakberrefleksi. Alasan bagi pandangan ini ialah keterangan yang dimunculkan olehTirmidzi dan disahihkannya, dari Abdurrahman bin Auf ra., bahwa dia mendengarRasulullah saw., bersabda,“Allah Ta’ala berfirman, Aku adalah ar-Rahman. Akutelah menciptakan rahim kandungan dan Aku ambil dari Nama-Ku menjadinamanya. Barangsiapa yang menyambungkannya, maka Akupunmenyambungkannya. Dan barangsiapa yang memutuskannya, maka Aku pun akanmemutuskannya.”HR. Tirmidzi.33Al-Rahmahmerupakan gabungan darial-Rahmāndanal-RahīmAllah Swt.,artinya dua nama agung Allah tersebut tidak dapat terpisahkan dan memilikisistematika kajian yang harus diterapkan pada diri seorang makhluk khususnyahamba Allah Swt. Kasih dan sayang Allah Swt tersebut merupakan alat utamabagi seorang hamba di dalam memahami Cinta-Nya dan berupaya untuk dimilikioleh setiap hamba-Nya. Hal ini merupakan kata kunci utama tujuan para sufi danpecinta Allah dalam memperoleh Cinta-Nya. Dengan keberadaanal-Rahmāndanal-RahīmAllah Swt., maka seorang hamba akan tersugesti dalam menjalani segalaaktivitas kehidupannya dengan kebahagiaan sempurna. Meskipun kesempurnaanitu hanya milik Allah, namun telah dirasakan oleh para hamba-Nya akankesempurnaan tersebut. Bahasa lainnya berbuyi “ada dan tiadanya fasilitas duniaitu tetap akan selalu ada kebahagiaan bagiku dengan kasih sayang-Mu wahai AllahSwt yang datang berupa bahtera Cinta-Mu dan adanya fasilitas dunia padaku,semua tidak ada artinya bila tanpa kasih sayang-Mu yang berwujud berupa Cinta-33Muhammad Nasib ar-Rifa’i,Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,JakartaGema Insani, 1999, h. 59-60. Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah... – Safria Andy 93Jurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019Mu kepadaku”. Perasaaan di atas merupakan nilai tasawuf yang senantiasadinanti-nantikan oleh para pecinta Allah karena itu, nilai tasawuf dari ayat di atas berupa penegasan dari AllahSwt bagi para hamba untuk selalu ingat bahwa memberadakan kasih sayang-Nyamampu menjadikan semua fasilitas dunia terlihat hal yang biasa, sehingga mampudilewati dengan kemudahan dan mendorongnya untuk memperoleh yang lebihbesar yaitu Cinta Allah Swt. Kajian tersebut akan menjelaskan bahwa Allah Swt.,yang memiliki langit dan bumi beserta isinya dan kelayakan-Nya dalammenempati diri-Nya sebagai Raja di hati orang-orang yang mencari ketidakkacauan atau kerajaan pada hari pembalasan tersebut tidak menafikankekuasaan Allah atas kerajaan yang lainnya dunia, karena telah disampaikansebelumnya bahwa Dia adalah Rabb semesta itu bersifatumum di dunia maupun di akhirat. Adanya tambahan kalimat yang artinya haripembalasan, karena pada hari itu tidak ada seorang pun yang dapat mengaku-ngaku akan sesuatu dan tidak juga dapat berbicara kecuali dengan firman Allah dalam surat an-Naba`38 yang artinya “pada hari ituketika ruh dan para Malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-katakecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Rabb yang Mahapemurah, dania mengucapkan kata yang benar.” Hari pembalasan berarti hari perhitungan bagisemua makhluk, disebut juga hari diberi balasan sesuai amalnya baik, maka balasannya pun amalnya buruk, makabalasannya pun buruk kecuali bagi orang yang kontekstual ayat tersebut dapat dipahami sebagai keterangansempurna dari ayat sebelumnya, yaitu menerangkan bahwa dengan kasihsayangAllah Swt., yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya dan dipahami dengansebaik-baiknya mampu menyikapi rasa bahagia dengan bersyukur dan rasa deritadengan bersabar, telah membuktikan bahwa Allah Swt., adalah Raja di haripembalasan. Dalam bahasa pecinta Allah Swt.,yaitu memahamiMālikiyaumid-dīnadalah Raja yang memberikan ganjaran kepada para hamba khususnya danmakhluk-Nya pada umumnya yang telah menyikapi rasa kasihsayang-Nya secarapositif atau negative. Bagi orang yang memperoleh Cinta Allah Swt., akanmenyadari dengan sejati bahwa Allah Swt., yang telah memiliki wewenang dalampemutusan akan setiap perbuatan yang dilakukan hamba selama di dunia, sehinggamemberikan rasa yang besar untuk memperoleh rahmat-Nya. Tidak akan adasatupun yang mampu memiliki rasa tersebut dan mampu memberikan kenyamananakan rasa tersebut kepada siapapun kecuali Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh Pentahqiq/Peneliti,Tafsir Ibn…,h. 27 94 Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah..... – Safria AndyJurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019Keberhasilan Allah Swt., yang telah terlihat pada diri seorang hamba didalam ayat di atas, yaitu, keberhasilan-Nya dari sisi sebagai Pemilik maupunsebagai Raja. Dapat dipastikan bahwa Allah Ta’ala yang memiliki sekalianmakhluk dan akan membalas mereka baik di dunia maupun di akhirat denganpahala kepada orang yang taat dan rajin beramal baik. Menyiksa dan menghinakansiapa pun yang pemalas dan ini juga ditegaskan olehThanthawy dengan istilah sempurnalah tarbiyah dan peraturan alam yangdilakukan Allah hal yang dihadirkan tasawuf berupa nilai yan terdapat dalam surat al-Fatihah,pertama, bahwa Allah Swt adalah pencipta, pemilik dan pemelihara akanalam semesta beserta isinya, sehingga pernyataan tersebut telah memberikankesadaran seorang hamba agar ia menjalani segala aktivitas kehidupannya di duniadan menuntaskannya karena Allah Swt Swt adalah penentudan pemutus segala ketentuan dan keputusan yang dilakoni oleh seoang hamba-Nya. Ketentuan dan keputusan tersebut tidak lepas dari kemaslahatan bagi hambatersebut, artinya keuntungan yang diberikan kepada hamba bilamengerjakankeputusan dan kerugian baginya bila meninggalkannya dan bukankeuntungan juga kerugian bagi Allah Swt., bila kita mengerjakan danmeninggalkan keputusan-Nya Pemahaman akan kedua hal tersebut yang telahmemberikan kesadaran kepada seorang hamba untuk melakukan segala aktivitaskehidupannya karena Allah Swt., semata dan untuk meraih cinta-Nya sertamencapai kedekatan kepada-Nya. Cinta dan kedekatan seorang hamba kepadaAllah Swt.,akan menghapuskan kenikmatan yang sesaat dari kebahagiaan dansiksa dari penderitaan lahiriyah. Ayat tersebut akan memicu seorang hamba untukmemasuki diri kepada pernyataan berikutnya dari firman Allah Swt., yaituIyyākana’budu wa iyyāka nasta’īn. Ayat tersebut akan mengantarkan seorang hambakepada deklarasi sejati atau wujud kepasrahan diri dan ketergantungan abadikepada Allah yang wa iyyāka-nasta’īnAyat di atas merupakan inti dari kata hati seorang pecinta sejati atauseorang hamba yang ingin mendapatkan cinta Allah Swt. Ayat yang telahmembangun kehidupan yang sesungguhnya bagi seorang hamba dalam mengarungibahtera kehidupan di dunia. Penyembahan seorang hamba kepada Allah Swt., akanmenjadi pegangan utama baginya di dalam mengiringi setiap langkah dalamberaktivitas di dunia, sedangkan pertolongan Allah Swt., yang diharapkannya akanmenjadi kesadaran nyata bahwa ia bukan siapa-siapa, namun ia adalah sebagaiseorang yang perlu dipelihara dan diarahkan setiap geraknya dalam menghadapikehidupan di dunia yang banyak memiliki keterpesoanaan sementara. Duniamerupakan pancaran keagungan Allah Swt., namun dunia tidak mampu35Lihat, H. A. Halim Hasan dkk,Tafsir Alquran...,h. 47. Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah... – Safria Andy 95Jurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019mengarahkan bimbingan kejalan Allah Swt., kecuali atas izin-Nya, karena duniaakan menjadi senjata utama syaitan di dalam menjerumuskan seorang hambakepada kesesatan dan kedurhakaan kepada Allah seorang hamba telah berpegang kepada pegangan utamanya,yaitu hanya menghambakan diri kepada Allah Swt., maka seluruh ciptaan duniadan alam semesta beserta isinya yang merupakan pancaran dari keagungan AllahSwt., yang akan diperintahkan-Nya untuk mengiringi langkah seorang hamba yangberpegang pada pegangan utama tersebut dan keselamatan yang akan hadir dalamkehidupan di dunia. Keselamatan yang diperolehnya merupakan wujudpertolongan Allah Swt., dari permohonan yang sebagian salaf bahwa al-Fatihah adalah rahasia Alquran, danrahasianya terletak pada kalimatiyyāka na’budu wa iyyāka nasta’ tersebuttelah menuntun kepada pelepasan diri seorang hamba terhadap kesyirikan danberserah diri kepada Allah objek yang didahulukan untukobjek pembatasan, supaya tujuan pembicaraan yang terpokus kepada apa yanghendak diutarakan, yaitu “hanya kepada Engkau ya Allah” kami menyembah yangmaksudnya seorang hamba tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah Swt., dantidak berserah diri seorang hamba hanya kepada-Nya. Hal tersebut merupakanbagian dari kesempurnaan dari ketaatan seorang hamba kepada Allah Swt. Secarabahasa, ibadah berarti istilah ibadah adalah suatu hal yangmenyatukan kesempurnaan kecintaan, ketundukan, dan ketakutan. Sebagian ulamasalaf mengatakan bahwa al-Fatihah merupakan rahasia Alquran yang terletak padaayat “iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn”penggalan kalimat pertama yaituiyyaaka na’budumerupakan bagian dari penyucian dari kemusyrikan. Dan yangkedua, yaituiyyāka nasta’īnmerupakan upaya penyucian dari upaya, usaha, dankekuatan yang menyerahkan segalanya kepada Allah yang Mahamulia kalimat dari ayat tersebut telah meberikan keteguhan kepada seoranghamba untuk dapat konsisten dalam berbuat dan konsenstrasi dalam menghadapisegala bentuk kehidupan tanpa ada gangguan dan seoranghamba dalam menyikapi segala godaan dan gangguan di muka bumi dengankonsentrasi dan konsistensi yang tinggi telah dapat menempatkan dirinya sebagaiseorang yang berhasil dalam menyembah Allah yang Mahasuci. Segala perbuatanyang dilakukan selalu diawali dengan permohonan bimbingan dengan bahasabergantung hanya kepada Allah Swt., dan dilakukan dengan bahasa penyerahandiri secara maksimal hanya kepada Allah Swt., dan tidak kepada pernyataan Ibn Qayyim al-Jauziyyah37, di dalam menafsirkaniyyāka-na`budusesungguhnya tidakakan menyembah seorang hamba pada36Muhammad Nasib ar-Rifa’i,Ringkasan Tafsir...,h. 62. Lihat juga, Abdullah bin Muhammadbin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh Pentahqiq/Peneliti,Tafsir Ibn...,h. 2937Lihat, ibn Qayyim Al-Jauziyyah,Tahdzibu Madariju as-Salikin,Hadzbahu; Abd al-Mun`imShalih al-`Ali a-`Izzy, jld. I, Beirut Libanaon; Muassastu ar-Risalah, 2000, h. 30 96 Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah..... – Safria AndyJurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019Tuhannya Pemelihara semesta alam yang Mahatinggi kecuali sesembahan yangdilakukan dalam beribadah dengan kecintaan kepada Allah Swt., dan keridhaan-Nya. Dalam beribadah kepada-Nya adalah ibadah seorang hamba yangmelakukannya dengan rasa syukur, cinta dan takut kepada-Nya dengan naluriah,diterima oleh akal yang tetapi metode yang dilakukan dalamberibadah atau menyembah kepada Allah Swt., adalah tidak ada sesembahanapapun kecuali ada jalan untuk mengetahui-Nya kecualidengan jalan yang disampaikan oleh Rasul-Nya dan penjelasan-penjelasan tentangsemua di atas syukur, cinta dan takut kepada Allah.Ibadah merupakan kedudukan yang sangat agung, yang dengannya seoranghamba menjadi mulia, karena kecondongannya kepada Allah Ta’ala saja, dan Diatelah menyebutkan Rasul-Nya Saw., sebagai hamba-Nya yang menempatikedudukan yang paling Ibadah menurut hemat penulis adalah bukti darikecintaan seorang hamba kepada Allah Swt, sehingga ia akan melakukan segalabentuk ibadah hanya karena-Nya dan menghasilkan nilai yang berkualitas dalamkehidupannya. Ibadah dalam harapan bertasawuf merupakan keutuhan perbuatanseorang hamba yang ingin menggapai cinta Allah Swt., sehingga tidak akan adakeraguan dan hasil yang tidak berkualitas yang dilahirkan, sebab ibadah yangdikerjakan sebagai bukti cinta seorang hamba kepada Allah yang Qayyim al-Jauziyyah menjelaskan keutamaan-keutamaan ayat yangberbunyiiyyāka-na`budu wa iyyāka-nasta`īnadalah sebagai obat bagi dua penyakityang berbahaya bagi seorang hamba, yaitu penyakit ria dan penyakit ria disembuhkan dengan kalimatiyyāka-na`bududan penyakit sombongdisembuhkan dengan kalimatiyyāka-nasta` adalah penuhan diri seorang hamba terhadap dirinya bukan kepadaAllah Swt. Meskipun secara lahiriah ia menyembah Allah Swt., namun hakikatnyaia hanya menyembah dirinya saja. Dengan pengukuhan keberadaan Allah Swt., dihati seorang hamba akan mensucikan dirinya dari penuhan-penuhan seoranghamba kepada selain Allah Swt. Setiap perbuatan seorang hamba akan terlaksanakarena Allah Swt., bukan karena diri hamba tersebut. Adapun sombong adalahperasaan seorang hamba dalam menyatakan dirinya sebagai penolong bagi oranglain dan hanya pada dirinya orang-orang akan memohon pertolongan. Seoranghamba yang merasa tersebut telah lupa bahwa ia mampu memberikan pertolongankarena diizinkan Allah Swt., atau ditolong-Nya. Dengan pengukuhan pertolonganAllah Swt., senantiasa menyertai rasa pertolongan seorang hamba kepada oranglain dan akan mensucikan rasa sombong yang ada pada Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh Pentahqiq/Peneliti,Tafsir Ibn…,h. 31 Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah... – Safria Andy 97Jurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019Ihdinaṣṣirātol mustaqīmSetelah memperoleh petunjuk bahwa hanya kepada Allah Swt., seoranghamba dalam menyembah dan hanya kepada Allah Swt., dan memohonpertolongan, telah menjadi harapan untuk senantiasa diberikan petunjuk yanghakiki, karena tidak ada tempat untuk meminta petunjuk selain kepada dan makna hidayah dalam ayat di atas adalah pengertian bimbingandan petunjuk. Sebagaimana firman Allah Swt., di dalam surat al-Syura` ayat 52yang artinya”Dan sesungguhnya engkau Rasulullah Saw., benar-benar memberipetunjuk kepada jalan yang lurus.” Seorang hamba senantiasa membutuhkanAllah Swt., dalam setiap saat dan setiap situasi agar diberikan keteguhan,kemantapan, penambahan, dan kelangsungan hidayah, karena ia tidak kuasamemberikan manfaat atau mudharat kepada dirinya sendiri kecuali dari AllahSwt., yang menghendaki. Oleh karena itu, Allah Swt., selalu membimbingnyaagar ia senantiasa memohon kepada-Nya setiap saat dan supaya Dia memberikanpertolongan, keteguhan, dan taufik. Orang yang berbahagia adalah seorang hambayang diberi taufik oleh Allah Swt., untuk senantiasa hanya memohon kepada-Nya,sebab Ia telah menjamin akan mengabulkan permohonan seorang hamba jika iamemohon kepada Allah Swt., apalagi permohonan orang yang dalam keadaanterdesak dan sangat membutuhkan bantuan-Nya pada tengah malam dan menurut Ibn Qayyim al-Jauziyyah adalah penjelasan, tuntunan,pembenaran dan ada jalan menuju penjelasan dan tuntunan AllahSwt., kecuali melalui arahan Rasul-Nya. Oleh karena itu,kemuncuan penjelasan,tuntunan dan pengenalan yang sistematis akan diri Allah Swt., akan mengarahkepada petunjuk dan pembenaran-Nya dan menjadikan keyakinan di hati danmelahirkan cinta mendalam seorang hamba kepada-Nya serta Ia mengisi hatiseorang hamba dan menjadikan Allah Swt.,selalu ada di hati orang yang teridhoidan selalu berada dalam di atas merupakan ayat yang dinilai sebagai permohonan utama bagiseorang hamba agar ibadah yang dilakukan senantiasa setia mendampinginya yangtidak berkurang dan tidak surut setelah pegangan utama yang dimiliki seoranghamba penghambaan diri hanya kepada Allah Swt semata. Harapan tersebutmerupakan penghapusan kekhawatiran seorang hamba, yaitu khawatir akanperpisahan dirinya dari Allah ghairil-maghdhữbi-alaihim walādh-dhāllīnAyat tersebut adalah inti dari permohonan yang diminta oleh seoranghamba yang mengandung dua arah untuk39Lihat,Ibid.,h. 3340Lihat, ibn Qayyim Al-Jauziyyah,Tahdzibu Madariju as-Salikin,Hadzbahu; Abd al-Mun`imShalih al-`Ali a-`Izzy, jld. I, Beirut Libanaon; Muassastu ar-Risalah, 2000, h. 31 98 Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah..... – Safria AndyJurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019ditunjukkan kepada jalan seperti orang-orang yang dianugerahkan oleh Allah Swt.,akan sebuah nikmat, seperti Nabi Ayyub As., yang mampu menahan diri darisegala penderitaan berupa ujian, di antaranya penyakit yang berkepanjangan dariAllah Swt., dan kemampuan tersebut adalah bagian dari kenikmatan. Nabi YusufAs., yang mampu menahan diri dari kesombongan atas kesehatan dan ketampanandirinya untuk senantiasa selalu berterima kasih kepada Allah Swt., dan merupakankenikmatan baginya. Nabi Sulaiman As., yang mampu menahan diri darikeangkuhan sebab kekayaannya dan kemampuan tersebut bagian dari Isa As., yang mampu menahan diri dari penderitaan serba kekurangan akanhal-hal duniawi dan kemampuannya juga merupakan kenikmatan. Serta NabiMuhammad Saw., yang memiliki empat pengalaman dari Nabi-nabi di atas dankemampuannya merupakan anugerah yang paling besar dari Allah di atas adalah kenikmatan yang diharapkan oleh seorang untuk dapat dihindarkan dari orang-orang yang dimurkai olehAllah Swt., seperti Fir’aun, yang sombong dengan yangsombong dengan yang angkuh dengan miskin dan sombong setelah kekayaan yangmenguasai empat sifat buruk di Qayyim al-Jauziyyah menerangkan tentang orang-orang yang dimurkaioleh Allah Swt., adalah orang-orang Yahudi yang diberi-Nya petunjuk. Petunjukyang diterima oleh mereka tidak diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari,sehingga menimbulkan kemurkaan dari Allah Swt. Adapun orang-orang yangdinyatakan sesat adalah orang-orang Nasrani yang menyatakan Nabi Isa As.,seorang pembawa berita dan utusan Allah Swt sebagai anak Tuhan. Pernyataantersebut telah menetapkan orang Nasrani sebagai orang-orang yang Katsir menjelaskan bahwa maksud ayat tersebut adalah permohonanseorang hamba untuk dapat jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang telahdiberikan Allah Swt., sebuah nikmat kepadanya, yaitu mereka yang memperolehhidayah, istiqamah, dan ketaatan kepada Allah Swt., dan Rasul-Nya, sertamengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Bukan jalan orang-orang yang mendapat murka, yang kehendak mereka telah rusak, sehinggameskipun mereka mengetahui kebenaran, namun menyimpang dari juga jalan orang-orang yang sesat, yaitu orang-orang yang tidakmemiliki ilmu pengetahuan, sehingga mereka berada dalam kesesatan serta tidakmendapatkan jalan menuju kebenaran. Pembicaraan di sini dipertegas dengan kata“la” bukan, guna menunjukkan bahwa di sana terdapat dua jalan yang rusak,yaitu jalan orang-orang Yahudi dan jalan orang-orang Nasrani. Juga untukmembedakan antara kedua jalan tersebut, agar setiap orang menjauhi 35-36 Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah... – Safria Andy 99Jurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019PenutupWujud ibadah sejati akan terlihat pada diri seorang hamba, manakala iamelakukannya dengan ketulusan, yaitu melakukan ibadah hanya karena Allah seperti itu adalah ibadah yang telah berhasil bagi seorang hamba dalammeraih kedekatan kepada Allah Swt. Kedekatannya kepada Allah Swt., akanmelahirkan kedamaian dan kebahagiaan serta kemudahan dalam menghadapiberbagai persoalan untuk dijawab dan berbagai permasalahan untuk di atas terjadi pada diri seorang hamba karenapemahaman tentangIyyaka-Na`bududanIyyaka-Nastainyang professional danpropossional. Pemahaman yang duduk professional dan penerapan pemahamanyang tepat propossional terhadap kajianIyyaka-Na`bududanIyyaka-Nastainpadadiri seorang hamba dalam menghadapi hidup, maka akan meluruskan niat dantujuannya. Kelurusan niat dan tujuan akan memperjelas bagi seorang hamba didalam melakukan setiap bentuk aktivitas kehidupannya selama di dunia, sebab ialakukan denganBismillahdan hasilnya selalu diucapkannya denganAlhamdulillah. Kedua ucapan tersebut adalah bentuk dari penuhan seorang hambahanya kepada Allah Swt., yang sebagai Sosok yang disembahnya dan Sosoktempat ia di atas telah menerangkan kepada seorang hamba bahwa kedamaiandapat terwujud bila pemahaman tentang surat al-Fatihah didudukkan secaraprofessional dan propossional. Kedamaian tersebut terwujud karena kedekatanseorang hamba kepadaAllah Swt., dan dijelaskan dengan lugas di dalam surat al-Fatihah yang menjadi istimewa dari surat lainnya dan disebut di antaranya dengansebutan“Ummul-Qur’an”, yaitu induk Alquran dan menjadi bagian dari PUSTAKAAbdul Qadir Isa, Syekh,Hakekat Tasawuf, terj. Khairul Amri, Harahap dkk, JakartaQisthi Press, 2017, cet. Ke-15Abdurrahman Hasan `Alu Syaikh, Syaikh,Fathul Majid, terj. Ibtida`in Hamzah dkk,Jakarta Pustaka Azzam, 2012Al-Jauziyyah, Ibn Qayyim,Madārij al-sālikīn fītafsīri iyyāka na`buduwaiyyākanasta`īn, jld I_____________________,Tahdzibu Madariju as-Salikin,Hadzbahu; Abd al-Mun`imShalih al-`Ali a-`Izzy, jld. I, Beirut Libanaon; Muassastu ar-Risalah,2000 100 Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah..... – Safria AndyJurnal At-Tibyan Volume 4 No. 1, Juni 2019_____________________,Al-Fawaid,tahqiq `Ishomuddin as-Shibabati, Al-QahirahDar- al-Hadis, 2005Andy, Safria,Hati Qalb dalam Pemikiran Tasawuf Ibn Qayyim Al-Jauziyyah,Disertasi, Medan PPs IAIN Medan-Sumatera Utara, Tasawuf dalam Surat Al-Fatihah,Jurnal Hikmah,Volume V N0 1 Jan – Des 2017, Prodi. Agama dan Filsafat Islam, dan Studi Islam UIN-SU, Rifa`i, Muhammad Nasib,Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,JakartaGema Insani,1999____________________,Ringkasan Tafsir Ibn Katsir, Jilid. I, Gema Insani, 2012As-Suyuti,Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin,Tafsir Jalalain, Bahrun Abu Bakar, Bandung Sinar Baru Algensindo, 2010, Hasan Daulay, H. A, dkk,Tafsir Alquran Alkarim,Medan Yayasan PersatuanAmal Bakti, 1967, cet. IX,Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, `Abdullah bin,Pentahqiq/Peneliti,Tafsir Ibn Katsir,Jild. I, terj.Bogor PustakaImam Asy-Syafi’I, 2004, cet. V,Mustofa, H. A,Akhlak Tasawuf, Bandung; Pustaka Setia, 2005Nata, Abuddin,Akhlak TasawufJakarta; Rajawali Pers, 2010Uwaysi an-Nadawi, Muhammad,Tafsir Qayyim li Ibn Qayyim,Maktabah as-Syamilah. Agung SetiyawanMoh. Ainin Uril BahruddinAhmad Arifin B. SaparSurah Al-Fatikhah is very important to understand, because this surah is the main surah in the Qur’an which contains several hidden meanings that need to be understood by every Muslim. Surah Al-Fatikhah must be read in every prayer, but several people do not understand its meaning. This paper aimed to reveal the secrets of sentence phrases in the Surah Al-Fatikhah. The research data were obtained from several classical books tafsir and several journal articles discussing Surah Al-Fatikhah. The results showed that Surah Al-Fatikhah contains an implicit message which is reflected in 3 main points, namely 1 the sentence, such as deleting alif in the bismillah sentence, the use of "al" in the word Hamdu’ and Alamin’ 2 the word choice, such as the use of the word al-Rahman, al-Rahim, Rabb al-'Alamin, Malik, Yaum al-din , al-Sirat, al-Mustaqim, al-Magdub, and al-Dallin and 3 sentence structure such as a statement in the form of a sentence with the intention of the command used in the sentence al-Hamdu lillahi Rabbil Alamin, especially an objective in the expression of “Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta’in” as in the study of Balagah chapter al-Qasr in Ma'ani, and equating the word “al-Sirat al-Mustaqim” with al-Din al-Ḥaq as in the study of Balagah chapter al-Majaz in Bayan. Therefore, through this research, by understanding the meaning of the message contained in the Surah Al-Fatikhah, it would hopefully help a Muslim become more motivated in performing Qalb dalam Pemikiran Tasawuf Ibn Qayyim Al-JauziyyahSafria AndyAndy, Safria, Hati Qalb dalam Pemikiran Tasawuf Ibn Qayyim Al-Jauziyyah, Disertasi, Medan PPs IAIN Medan-Sumatera Utara, Ar-RifaìNasibAr-Rifaì, Muhammad Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, JakartaGema Insani, 1999As-SuyutiAs-Suyuti,Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin, Tafsir Jalalain, terj. Bahrun Abu Bakar, Bandung Sinar Baru Algensindo, 2010, cet. Kedelapan, Halim Hasan Daulay, H. A, dkk, Tafsir Alquran Alkarim, Medan Yayasan Persatuan Amal Bakti, 1967, cet. IX, Muhammad bin 'Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh,Àbdullah bin, Pentahqiq/Peneliti, Tafsir Ibn Katsir,Jild. I, terj. Bogor Pustaka Imam Asy-Syafi'I, 2004, cet. V, Mustofa, H. A, Akhlak Tasawuf, Bandung; Pustaka Setia, 2005 Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf Jakarta; Rajawali Pers, 2010 Uwaysi an-Nadawi, Muhammad, Tafsir Qayyim li Ibn Qayyim, Maktabah as-Syamilah.
Denganmemahami dua dimensi tersebut kemudian mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai dengan petunjuk Ilahi (Al-Qur'an), maka manusia akan menemukan hakikat kemanusiaannya. Sehingga hidup manusia untuk mendapatkan ridha Allah (mardhatillah) akan terwujud, sebagaimana pernyataan Allah dalam QS. al-An'am: 162 yang berbunyi;
Surat al-Fatihah tergolong surat Makiyyah yang berjumlah tujuh ayat. Surat al-Fatihah adalah surat yang paling istimewa dari 144 surat dalam Al-Qur’an. Ulama’ tafsir menjulukinya sebagai Um al-Kitaab Induknya Al-Qur’an sebab di dalam surat al-Fatihah memuat isi atau kandungan makna yang terdapat di dalam surat-surat lainnya. Syaikh hasan al-Banna dalam risalahnya “Muqaddimah al-Tafsir” yang dikutip oleh al-Sabuni mengatakan bahwa tidak ada keraguan bahwa seseorang yang berangan-angan tentang makna surat al-Fatihah maka ia akan melihat banyaknya makna yang terkandung dan keindahan surat al-Fatihah, relasi antara ayat per-ayat dapat menggetarkan serta menerangi hatinya. Al-Fatihah dibuka dengan membaca Basmalah yang tujuannya ialah mengharapkan suatu kebaikan, Bismillah disifati dengan al-Rahmah yang telah berlimpah rahmat Allah terhadap segala sesuatu. Sehingga, ketika seorang hamba telah merasakan makna yang terkandung serta menetapkannya dalam hati maka lisannya akan mengatakan pujian pada Allah swt. Ali al-Sabuni, 1997 22. Tafsir Surat al-Fatihah Alhamdulillahi Rabbil Alamin Dalam hal ini Allah swt memberi didikan kepada hamba-Nya tentang bagaimana cara untuk memuji dan mensucikan Allah dari hal-hal yang menyerupai-Nya. Menurut Syaikh Ali al-Sabuni, maksud dari potongan ayat ini yaitu ketika seorang hamba ingin bersyukur dan ingin memuji kepada Allah maka, ucapkanlah “Alhamdulillah”. Allah adalah dzat yang maha agung, maha mulia dan maha menguasai, yang berbeda dengan mahluk. Oleh sebab itu, pujian dan syukur hanyalah kepada Allah bukan pada selain Allah Ali al-Sabuni, 1997 22 Arrahmaanirrahiim Syaikh Abdul Latif dalam “Awdah al-Tafasir” menyatakan kasih sayang Allah al-Rahman meliputi terhadap semua mahluk-Nya sementara al-Rahim hanya dikhususkan bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya. Kedua kalimat tersebut merupakan asma’ dan sifat Allah swt yaitu menetapkan sifat kasih sayang sesuai dengan keagungan-Nya. Abdul Latif, 1964 17 Maaliki Yaumiddiin Allah adalah dzat yang maha suci, yang maha merajai dan menguasai hari pembalasan dan hari di mana para manusia di hisab amalnya. Sebagaimana seorang raja yang mengatur kerajaannya. Iyyaaka Na’budu Waiyyaaka Nasta’iin Seorang hamba harus melaksanakan ibadah hanyalah kepada dan karena Allah, serta hanya kepada-Nya seorang hamba meminta pertolongan. Allah melarang seorang hamba untuk menyembah selain-Nya. Sehingga, di hadapan Allah seorang hamba harus merasa hina, rendah, tentram dan khusyu’. Al-sa’di memberikan penjelasan yang menarik dalam tafsirnya mengenai potongan ayat ini. Menurutnya, ibadah itu di dahulukan dari pada meminta pertolongan “Istianah”, hal ini termasuk bagian dari bab mendahulukan sesuatu yang umum dari pada yang khusus, serta sebagai bentuk perhatian dengan cara mendahulukan hak Allah dari pada hamba-Nya yaitu dengan lebih mendahulukan ibadah. Baru kamudian disebutkan “meminta pertolongan”. Lalu, apa itu ibadah? Ibadah adalah suatu istilah yang digunakan untuk setiap sesuatu yang Allah cintai dan Allah ridhai dari amal seorang hamba, juga mencakup perkataan-perkataan baik secara batin atau dhahir. Sementara “Istianah” atau meminta pertolongan yaitu bersandar diri kepada Allah dalam menarik atau menerima suatu kemanfaatan dan menolak kemudharatan, yang disertai dengan sikap optimis untuk mendapatkannya. Al-Sa’di, 2000 39 Beliau juga mengatakan bahwa ibadah dan meminta pertolongan kepada Allah adalah wasilah untuk menuju kebahagiaan yang abadi, selamat dari segala kejelekan, sehingga tidaklah seorang hamba selamat kecuali dengan keduanya. Sementara tujuan lain disebutkannya “Ibadah” sebelum lafal “Istianah” maka karena butuhnya seorang hamba terhadap pertolongan Allah swt untuk melakukan segala ibadahnya. Tanpa pertolongan Allah maka, seorang hamba tidak akan bisa merealisasikan perintah dan menjauhi larangan Allah swt. Ihdinash Shiraathal Mustaqiim Pada potongan ayat ini mengandung do’a yakni agar seorang hamba meminta kepada Allah petunjuk untuk menuju jalan kebenaran, agama Allah yang lurus, agar ditetapkan dalam agama Islam yang di dalamnya diutus para Nabi dan Rasul dan mengutus Nabi Muhammad saw sebagai Nabi terakhir, serta agar dijadikan sebagai orang yang berjalan di jalannya orang-orang yang dekat dengan Allah swt. Al-Sabuni, 1997 19 Shiraatal Laziina an Amta Alaihim Yaitu jalannya orang-orang yang diberikan keutamaan oleh Allah swt dari kemuliaan dan kenikmatan, baik dari Nabi-Nabi, orang-orang yang benar, para syuhada’, para orang shaleh. Ghairil Mauduu bi Alaihim Walad Dzaaalliin Dalam tafsirnya, Imam al-Maraghi menyatakan bahwa terdapat dua golongan yang tidak mendapat nikmat dari Allah swt. Golongan pertama ialah mereka yang keluar dari kebenaran setelah mengetahuinya, melenceng setelah mendapat kejelasan dan mereka yang ridha terhadap warisan dari ayah-ayah dan kakek-kakeknya yang terdahulu Yahudi dan Nasrani. Golongan kedua adalah mereka yang tidak pernah mengenal kebenaran selamanya atau mengenal namun tidak ada kejelasan, dalam artian mereka dalam kesesatan, mencampur kebenaran dan kebatilan, serta jauh dari jembatan yang dapat mengantarkannya kepada jalan yang lurus, maka, mereka adalah orang-orang yang dzalim. Al-Maraghi, 1946 24 Kesimpulan Melalui tafsir al-Fatihah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa wujud ibadah yang sejati akan terlihat pada diri seorang hamba apabila ia melakukannya dengan tulus yakni melakukan ibadah hanya karena Allah serta menjauhi segala sesuatu yang dilarang-Nya. Ibadah yang demikian merupakan ibadah yang berhasil bagi seorang hamba untuk membangun kedekatan kepada Allah swt. Dengan mendekatkan diri kepada Allah maka, akan melahirkan kedamaian dan kebahagiaan serta kemudahan dalam menghadapi segala persoalan yang rumit. Kemudahan-kemudahan tersebut akan dirasakan oleh diri seorang hamba dengan memahami Iyyaka Na’budu dan Iyya Kanastain secara profesional dan penerapan pemahaman yang tepat proporsional terhadap makna Iyya Kana’budu dan Iyyaka Nastain pada diri seorang hamba dalam menjalani kehidupannya, sehingga akan meluruskan ni’at dan tujuannya. Dengan ni’at dan tujuan yang lurus, akan memperjelas seorang hamba untuk melakukan segala aktivitasnya selama di dunia sebab ia mengawali aktivitasnya dengan Bismillah dan hasilnya selalu diucapkan dengan Alhamdulillah. Kedua ucapan tersebut sebagai bentuk pemenuhan seorang hamba kepada Allah. Tafsir surat al-Fatihah di atas dapat dijadikan solusi bagi seorang hamba dalam segala persoalan bahwa kedamaian dapat terwujud bila pemahaman surat al-Fatihah di atas diterapkan secara profesional dan proporsional. Kedamaian tersebut dapat terwujud karena kedekatannya kepada Allah swt.
PSIKOLOGIdalam ISLAM. Sejarah keilmuan Islam yang gemilang mencatat tiga corak pendekatan dalam memahami jiwa manusia. Pertama, pendekatan Qurani-Nabawi dimana jiwa manusia dipahami dengan merujuk pada keterangan kitab suci al-Quran dan hadis-hadis Rasulullah saw. Perbincangannya berkisar sifat-sifat universal manusia (syahwat kepada lawan
Arti, Hakikat dan Makna dari Surat Al Fatihah Surat Al Fatihah menjadi menu sehari-hari umat Muslim dalam menjalankan ibadah. Tak hanya menu sehari-hari, Surat Al Fatihah telah menjadi nafas umat Islam di belahan dunia. Untuk itu, pengertian dan isi makna dari Surat Al Fatihah menjadi penting diketahui agar kita sebagai umat Islam bukan saja memposisikan bacaan ritual semata, tetapi juga mengetahui pengertian Surat Al Fatihah, hakikat Surat Al Fatihah dan makna dari Surat Al Fatihah. Diakui atau tidak, umat Islam banyak yang taqlid untuk mengikuti ajaran-ajaran Islam tanpa mengetahui arti, hakikat dan makna dari Surat Al Fatihah. Padahal, Surat Al Fatihah memiliki substansi, esensi dan isi kandungan yang menjadi inti daripada isi Al Quran. Dengan hadirnya tulisan surat al fatihah bahasa indonesia, diharapkan umat Muslim bisa mengerti dua hal, yaitu arti terjemahan Surat Al Fatihah secara literal. Kedua, mengetahui hakikat dan makna dari Surat Al Fatihah. Dengan begitu, ibadah kita semakin khusyuk dan sempurna apabila kita paham dan mengerti segala apa yang ada di dalam kandungan Surat Al Fatihah yang menjadi surat pembuka dalam Al Quran. Arti dari Surat Al Fatihah Surat Al Fatihah biasa disebut dengan ejaan surah Al Fatihah. Kenapa disebut dengan fatihah? Kenapa tidak dengan nama yang lain? Ya, Allah SWT telah memilih Surah Al Fatihah sebagai pembukaan dalam Al Quran. Oleh karena itu, Allah SWT memberikan nama Surat Al Fatihah di mana al fatihah berarti pembukaan. Surah Al Fatihah adalah surat yang diturunkan di kota Mekah yang terdiri 7 ayat. Selain dijuluki “pembuka” sebagaimana arti al fatihah, Surat Al Fatihah juga dikatakan sebagai ummul kitab yang artinya adalah induknya kitab Al Quran Kenapa demikian? Pasalnya, Allah Swt sudah memberikan klaim bahwa Surah Al Fatihah adalah induk dari segala isi yang ada dalam kitab Al Qur’an. Surat Al Fatihah juga menjadi bacaan wajib saat sholat dan biasa dibaca sebelum membaca surat-surat yang ada dalam Al Qur’an. Oleh karena itu, Surat Al Fatihah dikatakan sebagai As Sab’ul Matsaany yang berarti ayat yang jumlahnya tujuh dan dibaca berulang dalam setiap sholat. Demikian arti dari Surat Al Fatihah. Selanjutnya, kita bahas mengenai hakikat dan makna surat Al Fatihah. Hakikat dan makna dari Surat Al Fatihah Surat Al Fatihah memiliki peran sentral dalam setiap pengalaman beragama umat Muslim. Tanpa memakai Surah Al Fatihah, sebuah aktivitas sholat dianggap tidak sah. Sementara itu, dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa sholat yang tidak menggunakan Surat Al Fatihah, maka sholatnya menjadi pincang dan tidak sempurna. Meski begitu, ada semacam pemakluman bagi umat Muslim yang tidak hafal Surat Al Fatihah agar membaca surah al fatihah yang disingkat “subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahuakbar wala qaula wala kuwata ila billa hil aliyyil adzim.” Berikut ini adalah surat al fatihah bahasa indonesia untuk selanjutnya kita mengetahui arti, hakikat dan makna dari surah al fatihah. Surat Al-Fatihah bahasa Indonesia 1. Alhamdulillahi rabbil alamin Artinya adalah segala puji untuk Allah sebagai Tuhan segala semesta alam. Hakikat dan makna dari ayat ini adalah kita sebagai manusia sudah seharusnya memuji Allah sebagai Tuhan bagi segala makhlum yang ada di alam semesta, baik manusia, jin, hewan, tumbuhan, planet, galaksi dan segala yang ada di semesta ini. Kalimat Alhamdulillahi rabbil alamin biasanya digunakan umat Muslim untuk bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah kepada hambanya. Ucapan Alhamdulillahi rabbil alamin sudah menjadi bagian dari tradisi dan budaya umat Islam saat mendapatkan berkah atau sesuatu yang dianggap menyenangkan baginya. 2. Arrahmanirrahim Kalimat arrahmanirrahim artinya maha pemurah dan maha peyayang. Arti dan tafsir arrahmanirrahim menggambarkan sifat-sifat Allah yang maha pengasih pemurah dan maha penyayang. Allah lah satu-satunya dzat yang memiliki keluasan rasa kasih kepada makhluknya tanpa batas dan punya rasa sayang kepada makhluk-Nya yang tiada bertepi. Arti makna dan hakikat surat Al Fatihah yang termaktub dalam ayat arrahmanirrahim artinya memberitahukan kita bahwa hidup ini, kesehatan ini, dan apa yang ada dalam diri kita saat ini merupakan rahmat dari kasih dan sayang Allah kepada kita. Pernahkah kita berpikir bahwa kesehatan itu mahal harganya? Kesehatan yang mahal harganya itu menjadi bagian dari rahmat, kasih dan sayang Allah kepada kita. Oleh karena itu, melalui surat Al Fatihah dalam ayat Arrahmanirrahim artinya kita harus senantiasa mengerti bahwa kasih dan sayang Allah kepada makhluknya tidak terbatas. yaumiddin Ayat dan kalimat maliki yaumiddin artinya yang menguasai pada Hari Pembalasan kelak. Malik berarti yang menguasai, dan yaumiddin berarti hari pembalasan. Ada juga yang mengartikan Maaliki yaumiddin adalah Allah yang maha merajai hari akhir atau hari pembalasan nantinya. Hidup itu hanya sekadar mampir minum dan hakikat daripada kehidupan adalah akhirat di mana hari pembalasan selalu ada untuk memberikan pembalasan terhadap apa yang dikerjakan manusia selama hidupnya. Dalam sebuah ayat dalam Al Quran disinggung bahwa seberat biji zarah pun setiap perbuatan baik kebaikan maupun keburukan pasti ada balasannya. Dan, di hari pembalasan kelak hanya Allah yang menguasai atau merajai. Secara singkat, tafsir makna dan arti dari maliki yaumiddin adalah Allah yang maha kuasa di mana Allah yang akan menguasai dan merajai nanti pada hari pembalasan, yaitu hari di mana setiap perbuatan manusia mendapatkan balasan. 4. Iyya kana’budu wa iyya kanasta’in Arti iyya kana’budu wa iyya kanasta’in adalah hanya Allah yang kami sembah dan hanya kepada Allah lah kami meminta pertolongan. Arti makna dan hakikat dari ayat iyya kana’budu wa iyya kanasta’in adalah bahwa Allah merupakan dzat yang kita sembah dan satu-satunya dzat yang bisa dijadikan sandaran untuk meminta pertolongan. Melalui ayat iyya kana’budu wa iyya kanasta’in, manusia seharusnya tahu dan mengerti bahwa Allah lah satu-satunya dzat yang disembah dan Allah lah satu-satunya dzat yang dijadikan sandaran atau tempat untuk meminta pertolongan. Tidak ada yang lain. Allah adalah satu-satunya dzat yang harus kita sembah dan kita minta pertolongan. 5. Ihdinas siratal mustaqim Arti dan maksud ihdinas siratal mustaqim adalah tunjukkan kami jalan yang lurus. Hal ini menjadi doa bagi kita untuk meminta kepada Allah agar kita ditunjukkan oleh Allah dengan jalan dan hidayah yang lurus, yaitu jalan kebenaran. Arti dan maksud ihdinas siratal mustaqim dalam surat Al Fatihah menegaskan kepada umat Islam untuk meminta kepada Allah agar senantiasa diberikan pintu hidayah melalui jalan yang lurus, yaitu jalan yang benar menurut Allah. Pasalnya, hidup ini senantiasa selalu ada godaan dan bujukan rayu syaitan. Oleh karena itu, melalui kalimat ihdinas siratal mustaqim maksudnya agar kita diberikan jalan yang lurus dan dan jalan yang diridhai oleh Allah. Begitulah arti, makna dan maksud ihdinas siratal mustaqim. 6. Shirotholladziina an’ amta alaihim ghoiril maghdhuubi alaihim walodh dholliin Artinya adalah jalan orang-orang yang telah Allah berikan nikmat, bukan jalan yang murkai Allah dan juga bukan jalan yang sesat. Arti, makna dan hakikat dari ayat dalam surah al fatihah ini bahwa kita meminta kepada Allah agar diberikan petunjuk atau hidayah berupa jalan yang lurus melanjutkan kalimat ihdinas siratal mustaqim, yaitu jalan yang benar-benar dirahmati oleh Allah, bukan jalan yang dimurkai atau jalan yang sesat sebagaimana orang-orang telah dimurkai dan disesatkan oleh Allah karena kelakuan dan perbuatan mereka sendiri. Demikian arti, hakikat dan makna dari surat Al Fatihah yang disertai dengan artikel surat al fatihah bahasa Indonesia. Semoga bisa memberikan manfaat yang nyata dalam menjalankan ibadah sehari-sehari sebagai seorang Muslim yang selalu mengharapkan rahmat dan ridho Allah. Semoga bermanfaat bagi kita semua,amin ya robbal alamin. Pengacara Muslim d/a Alamat Jl. Monjali Nyi Tjondroloekito No. 251, Sinduadi, Mlati, Sleman Yogyakarta Telp. 0274 6411320 Fax. 0274 6411322 BBM 5439F39 PH/WA 087838902766 Email lawoffice251 Twitter pengacaramuslim Facebook Pengacara Muslim Website
Maknadan Kandungan Sutrah AL-Falaq - Surah Al-Falaq adalah surah ke-113 dalam Al-Qur'an. Nama Al-Falaq diambil dari kata Al-Falaq yang terdapat pada ayat pertama surah ini yang artinya waktu subuh. Surat ini tergolong surah Makkiyah. Perintah agar kita memohon perlindungan kepada Allah SWT dari segala keburukan yang tersembunyi. Keutamaan Surah Al-Falaq Aisyah menerangkan: bahwa
Foto via disebut Fatihah? kenapa tidak dengan nama yang lain?Diakui atau tidak, umat islam banyak yang taqlid untuk mengikuti ajaran-ajaran Islam tanpa mengetahui arti, hakikat dan makna dari surat setiap hari dibaca dan hampir tidak lepas dengan surat Al-Fatihah, untuk itu pengertian, makna dan hakikat surat Al-Fatihah menjadi penting Al-Fatihah menjadi menu sehari-hari umat Muslim dalam menjalankan ibadah. Tak hanya menu sehari-hari, Surat Al Fatihah telah menjadi nafas umat Islam di belahan itu, pengertian dan isi makna dari Surat Al Fatihah menjadi penting diketahui agar kita sebagai umat Islam bukan saja memposisikan bacaan ritual semata, tetapi juga mengetahui pengertian Surat Al Fatihah, hakikat Surat Al Fatihah dan makna dari Surat Al Juga Allah SWT Sudah Mempersiapkan Anak di Surga Bagi Pasangan yang Mandul, Benarkah?Diakui atau tidak, umat Islam banyak yang taqlid untuk mengikuti ajaran-ajaran Islam tanpa mengetahui arti, hakikat dan makna dari Surat Al Fatihah. Padahal, Surat Al Fatihah memiliki substansi, esensi dan isi kandungan yang menjadi inti daripada isi Al hadirnya tulisan surat al fatihah bahasa indonesia, diharapkan umat Muslim bisa mengerti dua hal, yaitu arti terjemahan Surat Al Fatihah secara mengetahui hakikat dan makna dari Surat Al Fatihah. Dengan begitu, ibadah kita semakin khusyuk dan sempurna apabila kita paham dan mengerti segala apa yang ada di dalam kandungan Surat Al Fatihah yang menjadi surat pembuka dalam Al dari Surat Al-FatihahSurat Al Fatihah biasa disebut dengan ejaan surah al fatihah. Kenapa disebut dengan fatihah? Kenapa tidak dengan nama yang lain?Ya, Allah SWt telah memilih Surah Al Fatihah sebagai pembukaan dalam Al Quran. Oleh karena itu, Allah Swt memberikan nama Surat Al Fatihah di mana al fatihah berarti Al Fatihah adalah surat yang diturunkan di kota Mekah yang terdiri 7 ayat. Selain dijuluki “pembuka” sebagaimana arti al fatihah, Surat Al Fatihah juga dikatakan sebagai ummul kitab yang artinya adalah induknya kitab Al demikian? Pasalnya, Allah Swt sudah memberikan klaim bahwa Surah Al Fatihah adalah induk dari segala isi yang ada dalam kitab Al Qur’ Al Fatihah juga menjadi bacaan wajib saat sholat dan biasa dibaca sebelum membaca surat-surat yang ada dalam Al Qur’ karena itu, Surat Al Fatihah dikatakan sebagai As Sab’ul Matsaany yang berarti ayat yang jumlahnya tujuh dan dibaca berulang dalam setiap arti dari Surat Al Fatihah. Selanjutnya, kita bahas mengenai hakikat dan makna surat Al Juga Bacaan Tawasul dan Tahlil LengkapHakikat dan makna dari Surat Al FatihahSurat Al Fatihah memiliki peran sentral dalam setiap pengalaman beragama umat Muslim. Tanpa memakai Surah Al Fatihah, sebuah aktivitas sholat dianggap tidak itu, dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa sholat yang tidak menggunakan Surat Al Fatihah, maka sholatnya menjadi pincang dan tidak begitu, ada semacam pemakluman bagi umat Muslim yang tidak hafal Surat Al Fatihah agar membaca surah al fatihah yang disingkat “subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahuakbar wala qaula wala kuwata ila billa hil aliyyil adzim.”Berikut ini adalah surat al fatihah bahasa indonesia untuk selanjutnya kita mengetahui arti, hakikat dan makna dari surah al al fatihah bahasa IndonesiaAlhamdulillahi rabbil alaminArtinya adalah segala puji untuk Allah sebagai Tuhan segala semesta alam. Hakikat dan makna dari ayat ini adalah kita sebagai manusia sudah seharusnya memuji Allah sebagai Tuhan bagi segala makhlum yang ada di alam semesta, baik manusia, jin, hewan, tumbuhan, planet, galaksi dan segala yang ada di semesta Alhamdulillahi rabbil alamin biasanya digunakan umat Muslim untuk bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah kepada hambanya. Ucapan Alhamdulillahi rabbil alamin sudah menjadi bagian dari tradisi dan budaya umat Islam saat mendapatkan berkah atau sesuatu yang dianggap menyenangkan arrahmanirrahim artinya maha pemurah dan maha peyayang. Arti dan tafsir arrahmanirrahim menggambarkan sifat-sifat Allah yang maha pengasih pemurah dan maha lah satu-satunya dzat yang memiliki keluasan rasa kasih kepada makhluknya tanpa batas dan punya rasa sayang kepada makhluk-Nya yang tiada makna dan hakikat surat Al Fatihah yang termaktub dalam ayat arrahmanirrahim artinya memberitahukan kita bahwa hidup ini, kesehatan ini, dan apa yang ada dalam diri kita saat ini merupakan rahmat dari kasih dan sayang Allah kepada kita. Pernahkah kita berpikir bahwa kesehatan itu mahal harganya?Kesehatan yang mahal harganya itu menjadi bagian dari rahmat, kasih dan sayang Allah kepada kita. Oleh karena itu, melalui surat Al Fatihah dalam ayat Arrahmanirrahim artinya kita harus senantiasa mengerti bahwa kasih dan sayang Allah kepada makhluknya tidak yaumiddinAyat dan kalimat maliki yaumiddin artinya yang menguasai pada Hari Pembalasan kelak. Malik berarti yang menguasai, dan yaumiddin berarti hari juga yang mengartikan Maaliki yaumiddin adalah Allah yang maha merajai hari akhir atau hari pembalasan itu hanya sekadar mampir minum dan hakikat daripada kehidupan adalah akhirat di mana hari pembalasan selalu ada untuk memberikan pembalasan terhadap apa yang dikerjakan manusia selama sebuah ayat dalam Al Quran disinggung bahwa seberat biji zarah pun setiap perbuatan baik kebaikan maupun keburukan pasti ada balasannya. Dan, di hari pembalasan kelak hanya Allah yang menguasai atau singkat, tafsir makna dan arti dari maliki yaumiddin adalah Allah yang maha kuasa di mana Allah yang akan menguasai dan merajai nanti pada hari pembalasan, yaitu hari di mana setiap perbuatan manusia mendapatkan Juga "Pak Ustadz rezeki saya seret, apa karena orangtua saya ikut dalam tanggungan saya?"Iyya kana’budu wa iyya kanasta’inArti iyya kana’budu wa iyya kanasta’in adalah hanya Allah yang kami sembah dan hanya kepada Allah lah kami meminta makna dan hakikat dari ayat iyya kana’budu wa iyya kanasta’in adalah bahwa Allah merupakan dzat yang kita sembah dan satu-satunya dzat yang bisa dijadikan sandaran untuk meminta ayat iyya kana’budu wa iyya kanasta’in, manusia seharusnya tahu dan mengerti bahwa Allah lah satu-satunya dzat yang disembah dan Allah lah satu-satunya dzat yang dijadikan sandaran atau tempat untuk meminta pertolongan. Tidak ada yang lain. Allah adalah satu-satunya dzat yang harus kita sembah dan kita minta siratal mustaqimArti dan maksud ihdinas siratal mustaqim adalah tunjukkan kami jalan yang lurus. Hal ini menjadi doa bagi kita untuk meminta kepada Allah agar kita ditunjukkan oleh Allah dengan jalan dan hidayah yang lurus, yaitu jalan dan maksud ihdinas siratal mustaqim dalam surat Al Fatihah menegaskan kepada umat Islam untuk meminta kepada Allah agar senantiasa diberikan pintu hidayah melalui jalan yang lurus, yaitu jalan yang benar menurut hidup ini senantiasa selalu ada godaan dan bujukan rayu syaitan. Oleh karena itu, melalui kalimat ihdinas siratal mustaqim maksudnya agar kita diberikan jalan yang lurus dan dan jalan yang diridhai oleh Allah. Begitulah arti, makna dan maksud ihdinas siratal an’ amta alaihim ghoiril maghdhuubi alaihim walodh dholliinArtinya adalah jalan orang-orang yang telah Allah berikan nikmat, bukan jalan yang murkai Allah dan juga bukan jalan yang makna dan hakikat dari ayat dalam surah al fatihah ini bahwa kita meminta kepada Allah agar diberikan petunjuk atau hidayah berupa jalan yang lurus melanjutkan kalimat ihdinas siratal mustaqim.Yaitu jalan yang benar-benar dirahmati oleh Allah, bukan jalan yang dimurkai atau jalan yang sesat sebagaimana orang-orang telah dimurkai dan disesatkan oleh Allah karena kelakuan dan perbuatan mereka arti, hakikat dan makna dari surat Al Fatihah yang disertai dengan artikel surat al fatihah bahasa bisa memberikan manfaat yang nyata dalam menjalankan ibadah sehari-sehari sebagai seorang Muslim yang selalu mengharapkan rahmat dan ridho Allah. islam
Walaupunsedikit, ia memberi ancaman kesihatan, terutama sistem saraf, pencernaan, paru-paru, kulit, mata hingga sistem imunisasi pada tubuh. Banyak negara mengharamkan penggunaan amalgam.Negara-negara seperti Sweden, Norway dan Denmark telah mengharamkan penggunaanya semenjak 2008 dan menggantikannya dengan bahan lain yang lebih selamat.
The manuscript of Sirr al-Lathīf was Sufism text at early XX century, that proven the existence and dynamic of Sufism thought at Kalimantan, and Nusantara in general. The analysetrhe content of the text, this use Gadamer’s semiphilological hermeneutics analysis. The result of the researchs are firstly, the way verses of the Fatiha are believed in the text to be located in the body organs in human being, has been part of human being, explains that the text is not an interpretation but mystical the Fatiha. Secondly,the elaboration of the prayer sembahyang in the Sirral-Lathīf isunique and couldnpt be found in fiqh schools. He tried to relate the sembahyang as an union of God and slave. And thirdly, elaboration of insānkāmil the perfect man as representation of the perfectman, not different from concepts of script tend to use symbolization toovercomethe limitations ofverbalwordstoreveala Sirr al-Lathīf, Yahya, Gadamer, wujudiyah, and insān kāmil. AbstrakNaskah Sirr al-Lathīf adalah naskah tasawuf pada awal abad XX yang menjadi bukti eksistensi dan dinamika pemikiran tasawuf di Kalimantan, dan Nusantara pada umumnya. Untuk mengkaji kandungan naskah digunakan teknik semi filologis dengan analisishermeneutika Gadamer. Adapun hasil penelitian ini adalah pertama, ayat-ayat surat alFatihah dipercayai terletak pada organ-organtubuh manusia, yang mengisyaratkan bahwa ia sudah built in dalam diri manusia. Dengan demikian, penjelasan ini bukanlah sebuah tafsir, melainkan mistisisasi surat al-Fatihah. Kedua, penjelasan sembahyang salat dalam naskah Sirr al-Lathīf mempunyai kekhasan yang tidak ditemukan dalam penjelasan fikih. Ia mencoba menghubungkan sembahyang sebagai penyatuan antara Tuhan dan hamba. Dan ketiga, penjelasan insān kāmil sebagai representasi dari manusia yang sempurna, tidak jauh berbeda dengan konsep-konsep dari para sufi mainstream. Namun, naskah ini lebih banyak menggunakan simbolisasi untuk menggambarkan keterbatasan kata-kata verbal untuk mengungkapkan hubungan yang sangat intim tersebut. Kata kunci Sirr al-Lathīf, Yahya, Gadamer, wujudiyah, dan insān kāmil. Figures - uploaded by Sulaiman SulaimanAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by Sulaiman SulaimanContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Ajaran Tasawuf dalam Naskah Sirr Al-LathīfSulaiman77AJARAN TASAWUF DALAM NASKAH SIRR AL-LATHĪF The sufi sm teaching in the Sirr Al-LathīfSULAIMANFakultas Ushuluddin IAIN Walisongo SemarangKampus II, Jl. Prof. Dr. Hamka Ngaliyan-SemarangTelp. 024 7601294e-mailalkumayi97 diterima 21 Januari 2014 Naskah direvisi 19-31 Mei 2014Naskah disetujui 18 Juni 2014ABSTRACTThe manuscript of Sirr al-Lathīf was Sufi sm text at early XX century, that proven the existence and dynamic of Sufi sm thought at Kalimantan, and Nusantara in general. The analysetrhe content of the text, this use Gadamer’s semiphilological hermeneutics analysis. The result of the researchs are fi rstly, the way verses of the Fatiha are believed in the text to be located in the body organs in human being, has been part of human being, explains that the text is not an interpretation but mystical the Fatiha. Secondly, the elaboration of the prayer sembahyang in the Sirral-Lathīf isunique and couldnpt be found in fi qh schools. He tried to relate the sembahyang as an union of God and slave. And thirdly, elaboration of insānkāmil the perfect man as representation of the perfect man, not different from concepts of mainstreamsufi .The script tend to use symbolization toovercomethe limitations ofverbalwordstoreveala Sirr al-Lathīf, Yahya, Gadamer, wujudiyah, and insān Sirr al-Lathīf adalah naskah tasawuf pada awal abad XX yang menjadi bukti eksistensi dan dinamika pemikiran tasawuf di Kalimantan, dan Nusantara pada umumnya. Untuk mengkaji kandungan naskah digunakan teknik semi fi lologis dengan analisis hermeneutika Gadamer. Adapun hasil penelitian ini adalah pertama, ayat-ayat surat al-Fatihah dipercayai terletak pada organ-organ tubuh manusia, yang mengisyaratkan bahwa ia sudah built in dalam diri manusia. Dengan demikian, penjelasan ini bukanlah sebuah tafsir, melainkan mistisisasi surat al-Fatihah. Kedua, penjelasan sembahyang salat dalam naskah Sirr al-Lathīf mempunyai kekhasan yang tidak ditemukan dalam penjelasan fi kih. Ia mencoba menghubungkan sembahyang sebagai penyatuan antara Tuhan dan hamba. Dan ketiga, penjelasan insān kāmil sebagai representasi dari manusia yang sempurna, tidak jauh berbeda dengan konsep-konsep dari para sufi mainstream. Namun, naskah ini lebih banyak menggunakan simbolisasi untuk menggambarkan keterbatasan kata-kata verbal untuk mengungkapkan hubungan yang sangat intim tersebut. Kata kunci Sirr al-Lathīf, Yahya, Gadamer, wujudiyah, dan insān kāmil. Jurnal “Analisa” Volume 21 Nomor 01 Juni 2014halaman 77-9078PENDAHULUANNaskah tulisan tangan manuscript merupakan salah satu bentuk khazanah budaya, yang mengandung teks tertulis mengenai berbagai pemikiran, pengetahuan, adat istiadat, serta perilaku masyarakat masa lalu. Dibandingkan dengan bentuk-bentuk peninggalan budaya material non-tulisan di Indonesia, seperti candi, istana, masjid, dan lain-lain, jumlah peninggalan budaya dalam bentuk naskah jelas jauh lebih besar Fathurahman, 2008 17; Ikram, 1997 24. Naskah—yang sejauh ini masih sering diabaikan keberadaannya, dan hanya mendapatkan perhatian dari kelompok orang tertentu saja, khususnya para fi lolog dan pustakawan—sesungguhnya menyimpan makna dan dimensi yang sangat luas karena merupakan produk dari sebuah tradisi panjang yang melibatkan berbagai sikap budaya masyarakat dalam periode tertentu Fathurahman, 2008 17. Melalui naskah inilah, kita dapat menguak sejumlah informasi masa lampau mengenai berbagai segi kehidupan keagamaan, termasuk ajaran tasawuf Baried, 1994 11, yang merefl eksikan pemikiran yang sangat orisinil Hadi WM, 2001 3.Naskah-naskah lama yang berisi ajaran tasawuf tersebut menginformasikan bahwa kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia hingga dewasa ini secara keseluruhan merupakan hasil dari proses akulturasi manusia Indonesia dengan peradaban Islam Sedyawati, 2000. Apalagi, diketahui bahwa sejak abad ke-13, bangsa Indonesia telah didatangi oleh para ulama sufi yang dalam proses penyebaran Islam banyak pula menghasilkan berbagai tulisan, yang kini tersimpan dalam bentuk naskah, menyangkut ajaran-ajaran tasawuf yang mereka sampaikan kepada masyarakat setempat Fathurahman, 2008 18; Azra, 1994 32. Salah satu naskah yang berisi ajaran tasawuf itu adalah Sirr al-Lathīf karya al-Haj Muhammad Yahya bin al-Haj Muhammad Thahir al-Banjari. Kehadiran naskah ini sekaligus menjadi bukti eksistensi dan dinamika pemikiran tasawuf di Kalimantan. Deskripsi Naskah Penulis menemukan naskah Sirr al-Lathīf pada 30 Juli 2008, dari seorang guru bernama Dimansyah, di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Menurut pengakuan Dimansyah, naskah ini diperolehnya dari Martapura Kalimantan Selatan. Secara fi sik, naskah ini berbentuk persegi panjang dan berwarna putih. Berbahan dasar dari kertas dengan ukuran 16 cm x 21 cm. Teks ditulis tangan dengan memakai tinta dawat biasa dikenal sebagai tinta Cina warna hitam dan menggunakan huruf Arab Melayu Jawi, dengan tebal 52 halaman. Di bagian sampul tertera nama penulis naskah, dan penyelesaian penulisannya pada tahun 1913. Naskah ini kemudian disalin oleh Bahrun bin Muhammad Dhaman, yang diselesaikannya pada 18 Rabi al-Awwal 1402 H/3 Januari 1983. Di bagian pendahuluan tertulis sebagai berikut“Bism Allāh al-Rahmān al-Rahīm. Inilah Kitāb Risālah Sirr al-Lathīf, pasuratan al-Haj Yahya bin al-Marhum al-Haj Muhammad Thahir Banjari yang disurat oleh beliau dalam bentuk pasuratan pada tahun 1913 M. Disalin dari Kitab aslinya kepunyaan cunda Hatta Jiddin bin Yahya. Tabuh Kota Baru, Pulau Laut, Kalimantan Selatan yang menyalin faqīr lagi haqīr Allāh Bahun bin Muhammad Dhaman. 18 Rabi al-Awwal 1402 H/3 Januari 1983.”Selain itu, dijelaskan pula alasan penulisan naskah. “....setelah menukil dari beberapa persuratan yang hampir-hampir sudah lanyap karena kurang gamarnya para saudara-saudaraku kaum Muslimin muslimat mempelajarinya. Selain daripada itu sesudah hamba mempelajarinya kepada guru kami yaitu Abdul Karim al-Hadi mulanya hal-hal hakikat dan marifat, maka hamba buatlah kesimpulan sebagaimana termuat dalam risalah ini yang kami namai Sirr al-Lathīf yakni risalah rahasia yang halus-halus. Harapan hamba semoga bermanfaat bagi ahlinya yang gemar mempelajari jalan syariat dan marifat.” Dengan menganalisis kata-kata “maka hamba buatlah kesimpulan” dari pernyataan di atas, dapat dipastikan bahwa naskah ini memang Ajaran Tasawuf dalam Naskah Sirr Al-LathīfSulaiman79merupakan ringkasan dari beberapa kitab yang dibaca oleh penulisnya. Karena itu, tidaklah mengherankan jika dalam uraiannya penulis sering kali menggunakan kata-kata yang ringkas dan kadang-kadang menggunakan simbol-simbol, sehingga perlu interpretasi agar dipahami maksud yang terkandung di dalamnya. Sebagaimana dikatakan oleh penulisnya, naskah ini ditujukan kepada mereka yang “gemar”; maka yang dimaksud di sini adalah mereka yang berkemampuan khusus dalam jalan spiritual tasawuf. Bisa diduga bahwa mereka yang mempelajari naskah ini memang mereka yang sudah menjalankan syariat dengan benar, dan kemudian melanjutkan pencarian spiritual untuk menemukan hakikat diri dan Tuhan; atau mereka yang sudah mempunyai pemahaman yang baik tentang tasawuf dan sudah mempraktikkannya sehingga ajaran yang terkandung di dalamnya akan dengan mudah dipahami dan dijalankan. Penulis mencantumkan sejumlah nama yang menjadi rujukan dalam penyusunan naskahnya. Mereka adalah 1 Haji Muhammad Arsyad Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, 2 Haji Abdul Hamid Syekh Abdul Hamid Abulung, 3 Haji Muhammadullah, 4 Haji Abdul Ghafur, 5 Tuan Syarif Karim, yang telah mutamad-kan dengan Imam Syafi i rahmatullah dimusyawarahkan bersama dengan sebagaimana tercantum namanya di bawah ini Syekh Abdullah, Syekh Alassalam, Imam Ibnu Hajar, Imam Rahmadi, Imam Ghazali, Imam Nawawi, Imam Syafi i, Imam Subaqti, Imam Asyari, Imam Zurkani, Haji Muhammad Nur, dan Haji Jamal penghulu di Tenggarong pada tahun 1902. Tampaknya dengan memaparkan sejumlah nama tokoh—yang sebagian merupakan ulama-ulama yang sudah dikenal di dunia Islam—penulis ingin menegaskan bahwa ajaran yang terkandung dalam naskahnya ini bukanlah karangannya, melainkan bersumber dari para ulama otoritatif tersebut. Sistematika penulisan ajaran tasawuf dalam naskah ini dibagi dalam empat bagian; bagian pertama terdiri dari cover, kata pengantar, dan menguraikan tentang penjelasan mistis empat surah pokok QS. al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq, dan al-Nas h. 1-5; bagian kedua membahas tentang Nur Muhammad dan hakikat sembahyang. Di bagian ini uraiannya singkat dan penuh dengan gambar-gambar simbolik h. 6-11; bagian ketiga membahas tentang rahasia zikir h. 12-14; dan bagian keempat membahas tentang amal marifat yang di dalamnya berisi tentang hakikat diri dan Tuhan serta hubungan hamba dengan Tuhan, dan kemudian ditutup dengan uraian tentang al-haqīqah Muhamadiyah insān kāmil. Kajian terhadap naskah-naskah dengan tema sejenis dengan naskah Sirr al-Lathīf dapat dijumpai dari beberapa penelitian sebelumnya, antara lain Nurbini 1999 yang meneliti naskah Ajaran Ma’rifatullah Panglima Utar; lalu disusul oleh Sulaiman 2001 dengan naskah yang sama namun dengan analisis yang lebih mendalam. Dari segi isinya naskah Panglima Utar ini berbeda jauh dengan naskah Sirr al-Lathīf. Karena itu, kajian terhadap kandungan naskah ini memang perlu dilakukan sehingga terkuak ajaran-ajaran yang ada di dalamnya. METODE PENELITIANMembaca Naskah Sirr al-LathīfDalam penelitian ini, peneliti menggunakan naskah tunggal, yakni Sirr al-Lathīf dengan meminjam teknik semi fi lologis. Merujuk pendapat Prof. Dr. Mudjahirin Thohir 2013, naskah ini haruslah dipahami sebagai sebuah produk budaya yang di dalamnya penuh dengan makna-makna simbolik yang perlu ditafsirkan untuk memahami makna-makna yang terkandung di dalamnya. Berkaitan dengan ini, ketika tahapan dalam fi lologi itu terlampaui, atau zaman telah berubah, serta perhatian para fi lolog telah berkembang jauh, maka ilmu fi lologi juga diarahkan kepada bagaimana memahami isi naskah itu sendiri. Dalam konteks seperti ini, maka untuk memahami kandungan-kandungan teks dibutuhkan disiplin ilmu-ilmu lain, seperti linguistik, sastra, sosiologi, antropologi, semiotika, dan lain-lain. Jurnal “Analisa” Volume 21 Nomor 01 Juni 2014halaman 77-9080Dalam menangani naskah Sirr al-Lathīf ini, peneliti mengikuti saran Nabilah Lubis 1996 88-89. Nabilah Lubis menyarankan dalam menangani naskah tunggal, peneliti yang ingin mengedit naskah memiliki dua pilihan, yaitu mengadakan edisi diplomatik atau edisi standar. Edisi diplomatik ialah suatu cara mereproduksi teks sebagaimana adanya tanpa ada perbaikan atau perubahan dari editor. Model yang paling sesuai dengan ini adalah naskah direproduksi secara fotografi s. Hal ini penting, jika peneliti ingin menampilkan teks yang diperoleh persis sebagaimana adanya. Tetapi bagi pembaca modern, metode ini tidak memberikan informasi yang membantu dalam upaya memahami teks tersebut. Sedangkan dalam edisi standar, ada suatu usaha perbaikan dan meluruskan teks sehingga terhindar dari berbagai kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan yang timbul ketika proses penulisan. Tujuannya ialah untuk menghasilkan suatu edisi yang baru dan sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat, misalnya, dengan mengadakan pembagian alenia-alenia, pungtuasi, huruf besar dan kecil, membuat penafsiran interpretation setiap bagian atau kata-kata yang perlu penjelasan, sehingga teks tampak mudah dipahami oleh pembaca modern. Sungguh pun demikian yang harus diingat bahwa editor harus bertanggung jawab terhadap semua perbaikan atau penafsiran yang diadakan, dan harus menyebut sumbernya; apakah berdasarkan kaedah gramatika, atau fakta sejarah, dan sebagainya. Berdasarkan saran Nabilah Lubis tersebut, pe-nelitian ini memilih edisi standar yang memung-kinkan peneliti untuk melakukan penafsiran terh-adap isi naskah Sirr al-Lathīf. Untuk melakukan penafsiran, peneliti merujuk pendapat Jacques Derrida. Dengan merujuk Derrida ini, naskah Sirr al-Lathīf diposisikan bukan bentuk artefak yang mati. Teks diposisikan sebagai sebuah proses yang terbuka terhadap segala kemungkinan. Teks yang terhenti pada sebuah pemaknaan tidak akan terbuka dan berkembang, karena ada kekuatan yang ada dalam sebuah teks, yaitu teks mempu-nyai watak yang terbuka dan jalin-menjalin, ter-hubung dengan teks-teks lain intertektualitas dan selalu berproses. Dari proses tanpa akhir dan tanpa tujuan inilah teleology dipahami sebagai teks yang mengarah ke depan yang tak terbatas dan tak mungkin untuk direalisasikan sepenuh-nya sekarang ini; teks yang bergerak dalam lin-tasan struktur yang terbuka pada masa depan dan menolak dihadirkan pada masa kini in prasen-tia; teks yang menunda dan mendeferensiasi ke-hadiran Al-Fayyad, 2005 68. Teknik analisis teks yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan analisis hermeneutik, yakni “studi pemahaman” atau “teori tentang fi lsafat interpretasi makna” Wollf, 1991 188. Menurut Hans-Georg Gadamer, maksud sebuah teks harus dibedakan dari maksud pengarangnya. Teks bersifat otonom, teks mempunyai kehidupan sendiri, lepas dari penulis dan pembacanya Baried, 1994 20. Interpretasi teks itu oleh seorang pembaca tidak dapat tidak berarti pemberian makna sesuai dengan situasi si pembaca. Interpretasi teks selalu merupakan Horizontverschnelzung atau pembauran cakrawala Wollf, 1991 189, yakni dalam proses pemahaman oleh seorang pembaca berlangsung pembauran cakrawala, perpaduan antara cakrawala masa lampau saat teks itu tercipta dan cakrawala masa kini si pembaca Teeuw, 1984 174. Berkaitan dengan ini, untuk menggali isi teks diperlukan interpretasi. Menurut Gadamer, interpretasi, selalu merupakan interpretasi sirkuler. Manusia hanya dapat memahami masa lalu, teks, orang lain dari pusat pandangan manusia itu dan dari sejarahnya sendiri. Interpretasi selalu bersifat perspektival karena interpretasi selalu dibatasi oleh horison atau cakrawala peneliti yang hidup pada saat sekarang. Interpretasi tidak akan pernah sampai pada interpretasi yang menyeluruh, karena perhatian peneliti hanya diarahkan pada elemen-elemen yang berkaitan dengan interest kontemporer si peneliti. Hasil maksimal dari interpretasi adalah fusion of horizons atau bertemunya cakrawala masa lalu ketika teks diciptakan dan masa kini saat teks ditafsirkan Wollf, 1991 189. Ajaran Tasawuf dalam Naskah Sirr Al-LathīfSulaiman81Berdasarkan kerangka teoritis hermeneu-tik Gadamer, maka dapat ditetapkan kerangka penafsiran naskah Sirr al-Lathīf sebagai berikut Pertama, dilakukan transliterasi naskah Sirr al-Lathīf dari huruf Arab ke huruf Latin dan alih bahasa dari teks berbahasa Melayu ke teks ber-bahasa Indonesia. Alih bahasa teks ini penting karena bahasa merupakan jembatan pengalaman hermeneutik dan interpretasi. Kedua, upaya un-tuk membangun pra-anggapan prejudice adalah dengan cara melakukan penelitian kepustakaan yang berkaitan dengan subject matter penelitian ini. Ketiga, interpretasi dapat terjadi apabila ber-langsung fusion of horizons. Upaya untuk menca-pai hal itu adalah dengan cara membandingkan pokok-pokok pemikiran dalam naskah Sirr al-Lathīf dengan karya penulis lain yang memba-has pokok-pokok pemikiran sejenis dan mewakili cakrawala pemikiran saat ini. Melalui cara seperti ini, akan terjadi pembauran cakrawala pemikiran pada masa ketika naskah Sirr al-Lathīf diciptakan dan cakrawala pemikiran pada masa teks ini di-tafsirkan sehingga dapat dirumuskan suatu rele-vansi kandungan nilai-nilai budaya dalam naskah tersebut dengan tata kehidupan sosial masyarakat dewasa ini setting. Untuk itu perlu ada pengeta-huan tentang setting NaskahSosok pengarang Sirr al-Lathīf memang tidak terungkap. Satu-satunya petunjuk yang dapat membantu adalah mengenai tempat dan tanggal penulisan naskah. Tempatnya adalah Tabuh, Kota Baru, Pulau Laut, Kalimantan Selatan; sedangkan penanggalannya juga jelas, penulis menyelesaikannya pada tahun 1913, kemudian naskah tersebut disalin oleh cucunya dan selesai pada tahun 1983. Dengan merujuk keadaan ini dapat diperkirakan bahwa pemikiran tasawuf yang terdapat di dalam naskah ini sangat dipengaruhi oleh dinamika pemikiran yang terjadi di Kalimantan Selatan pada saat itu, dan Nusantara di awal abad Selatan sebagai bagian dari tradisi budaya Melayu memiliki kekayaan naskah yang tidak sedikit, dan keberadaannya memiliki kaitan yang erat dengan persebaran dan pengaruh ajaran Islam abad XIV M. Abad ini jauh sebelum berdirinya Kerajaan Islam Banjar dengan raja pertamanya Sultan Suriansyah. Hal tersebut karena ada dua abad sebelum Kerajaan Banjar berdiri di sekitar Kuwin sudah terdapat pemukiman penduduk yang beragama Islam. Barangkali kelompok penduduk yang dikenal sebagai Oloh Masih atau Orang Melayu yang tinggal di sekitar Kuwin telah mengenal agama Islam, atau mungkin sudah beragama Islam Masfi ah, 2009 3.Penyebaran Islam di Kalimantan Selatan lebih meluas setelah berdirinya Kerajaan Banjar yang dipimpin oleh Sultan Suriansyah sebagai raja pertama yang memeluk Islam sekitar abad XVII. Bantuan dari Kerajaan Islam Demak dan hubungan Islam dengan pantai utara Jawa Timur, Gresik, Tuban, dan Surabaya mempercepat proses penyebaran Islam di Kalimantan Selatan. Pada abad XVII ini pula dalam wilayah Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan mendapat pengaruh dari ajaran-ajaran yang berkembang di Aceh. Kegiatan para ulama dan para juru dakwah dari Kerajaan Aceh telah merambah ke mana-mana termasuk dalam wilayah Kerajaan Banjar, di samping Sumatra sendiri dan Malaysia. Kedudukan Kerajaan Aceh juga menentukan, karena Aceh merupakan terminal bagi jamaah haji yang akan berangkat ke Tanah Suci atau bagi mereka yang kembali ke Tanah Air. Sebelum munculnya kapal api, para jamaah haji atau para pelajar yang akan belajar ke Tanah Suci, berdiam di Aceh beberapa lama menunggu angin baik untuk melanjutkan pelayaran, begitu pula bagi mereka yang akan pulang ke Tanah Air, khususnya daerah bagian timur dari kepulauan Nusantara berada di Aceh, mereka mengikuti kegiatan-kegiatan yang bersifat keagamaan atau mengikuti pengajian-pengajian, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pemikiran mereka. Perkembangan pemikiran keagamaan yang sudah mendapat pengaruh Aceh, mengalami beberapa tahap pekembangan, yaitu a paham dasar keagamaan yang mewarnai pemikiran Jurnal “Analisa” Volume 21 Nomor 01 Juni 2014halaman 77-9082keagamaan di dalam Kerajaan Banjar adalah yang berasal dari Jawa, yaitu Demak atau Giri yang hanya menyangkut prinsip-prinsip dasar sesuai dengan Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah dalam akidah dan paham Syafi iyah dalam bidang hukum, serta tasawuf akhlak. Di sini tidak terlihat tanda-tanda bahwa ajaran kejawen turut masuk ke wilayah Kerajaan Banjar; b. Paham mistik/sufi sme yang berasal dari Hamzah Fansuri sudah memasuki praktik keagamaan di dalam Kerajaan Banjar beberapa saat setelah penduduk memeluk agama Islam dan sudah ada yang berangkat ke Aceh dalam rangka menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Paham ini tampaknya dominan sebagaimana terlihat pada Syekh Ahmad Syamsuddin al-Banjari yang ternyata sudah menggeluti persoalan tentang kejadian Nur Muhammad, salah satu prinsip dasar sari ajaran tasawuf wahdah al-wujud; dan c sebagai reaksi yang muncul di Aceh yaitu berkembangnya faham sufi sme dari Hamzah Fansuri, maka kelompok pemikiran Nuruddin al-Raniri yang menentangnya juga mendapat simpati dari rakyat Kerajaan Banjar Masfi ah, 2009 4-5; Abdurrahman, 1989.Pada abad ke-17 ini pula terdapat peristiwa yang menandai adanya hubungan yang harmonis antara Aceh dan Banjar. Pada waktu itu seorang yang hidup dalam Kerajaan Banjar di Martapura telah menyusun sebuah kitab ilmu tasawuf tentang Asal Kejadian Nur Muhammad yang dipengaruhi ajaran Ibn Arabi, aliran wahdah al-wujud. Hal ini menunjukkan bahwa pada abad ke-17 wilayah Kerajaan Banjar sudah menunjukkan berkembangnya aliran tasawuf secara dominan sampai melahirkan seorang ulama terkemuka di bidang tersebut dan mampu mengarang sebuah kitab yang cukup berat. Kitab tasawuf tersebut dihadiahkan pengarangnya kepada Ratu Aceh Masfi ah, 2009 5.Merujuk penelitian Winstedt menyebutkan bahwa pembicaraan tentang Nur Muhammad telah dibahas oleh seorang ulama Banjar, Syamsuddin, yang menyelesaikan tulisannya pada tahun 1688 dan menghadiahkannya kepada Sultan Tajul Alam Syafi atuddin yang memerintah di Aceh. Meskipun pada masa pemerintahan Sulthanah Seri Tajul Alam Syafi atuddin Johan Berdaulat puteri dari Sultan Iskandar Muda memerintah di Kerajaan Aceh pada tahun 1050-1085 H/1641-1675 M, seorang Ratu yang loyal terhadap ajaran-ajaran wujudiyah yang berkembang di sana yang semula mendapat banyak tekanan. Maka, dirikimkannya naskah yang ditulis oleh Syamsuddin kepada Kerajaan Aceh khusus untuk Ratu, menunjukkan hubungan timbal balik yang dengan dua kerajaan Banjar dan Aceh. Hal ini mungkin disebabkan oleh kegiatan-kegiatan ulama Aceh, seperti Hamzah Fansuri dan Syamsuddin Sumatrani, di satu sisi yang dianggap penyebar wujudiyah, dan Nuruddin al-Raniri di sisi lain yang menentang wujudiyah. Dua kelompok tasawuf ini mempunyai pengaruh yang sangat besar di wilayah Kerajaan Aceh, dan keduanya pun sempat terlibat dalam konfl ik berdarah. Meskipun demikian, pengaruh Hamzah Fansuri dan Syamsuddin Sumatrani sudah masuk ke wilayah Kerajaan Banjar dibuktikan dengan munculnya dua tokoh tasawuf penting Syekh Ahmad Syamsuddin al-Banjari abad XVII dan Syekh Abdul Hamid Abulung abad XVIII Zamzam, 1979; Suriadi, 1998 dan 2007. Setelah masa Syekh Ahmad Syamsuddin, muncullah tokoh ulama sufi selanjutnya, yaitu Syekh Muhammad Nafi s al-Banjari. Beliau termasyhur dengan karyanya al-Durr al-Nafi s Bayan Wahdat al-Afal wa al-Asma’ wa al-Shifat wa al-Zat al-Taqdis. Syekh Nafi s dilahirkan pada 1148 H/1735 M di Martapura dari keluarga bangsawan Banjar. Ia hidup sezaman dengan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari Azra, 1994 255. Disusul tokoh sufi lainnya, Syekh Abdul Hamid Abulung. Hingga saat ini tidak diketahui tanggal kelahirannya, tetapi ia sezaman dengan Syekh Nafi s dan Syekh Arsyad. Syekh Abdul Hamid membawa ajaran tasawuf yang dikenal dengan ajaran Ilmu Sabuku. Pemikiran tasawufnya tentang Tuhan dan manusia lebih mengarah kepada wahdah al-wujud-nya Ibnu Arabi, bukan pada pemikiran tasawuf al-Ghazali Sahriansyah, 2009. Ajaran Tasawuf dalam Naskah Sirr Al-LathīfSulaiman83Pemikirann ketiga tokoh sufi Syekh Syamsuddin, Syekh Abdul Hamid, dan Syekh Nafi s, telah membuktikan adanya keragaman corak pemikiran tasawuf di Kalimantan Selatan yang seakan-akan “mondar-mandir” antara tasawuf falsafi dan tasawuf sunni. Syekh Syamsuddin dan Syekh Abdul Hamid mengusung corak pemikiran tasawuf falsafi , sedangkan Syekh Nafi s mengedepankan pemikiran tasawuf sunni. Meskipun sesungguhnya Syekh Nafi s juga cenderung ke tasawuf falsafi .Dalam sejarah pemikiran tasawuf di Kalimantan Selatan memang sudah ada upaya “penjinakan” terhadap tasawuf falsafi model Syekh Abdul Hamid pada masa Syekh Arsyad pada abad ke-18, yang kemudian memunculkan apa yang disebut oleh Azyumardi Azra sebagai neo-sufi sme di Kalimantan Selatan yang memiliki perhatian tinggi terhadap syariah Azra, 1994 266. Menurut Rahmadi, pada abad ke-19, corak pemikiran Islam hampir sepenuhnya diwarnai oleh ajarah Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah. Kecenderungan ini kemudian diperkokoh pada masa berikutnya, di mana sejumlah referensi dan produk pemikiran yang bermunculan pada abad ke-20 digunakan untuk terus memperkokoh corak tersebut dan mempertahankannya sebagai arus utama pemikiran Islam di Kalimantan Selatan Rahmadi, 2012 1. Namun, pada abad ke-20 juga gelombang pembaruan yang melanda wilayah ini menjadi ujian berat terhadap pemikiran arus utama mainstream ketika para “kaum muda” bermunculan dan organisasi keagamaan berhaluan reformis mulai menggugat corak pemikiran Islam yang sudah mapan. Gugatan ini tentu saja mendapat perlawanan dari para ulama Banjar arus utama’ sehingga terjadilah polemik pemikiran di kalangan mereka. Beberapa literatur keagamaan yang ditulis oleh ulama Banjar yang muncul sepanjang abad ke-20 bahkan pada awal abad ke-21 merupakan wujud nyata dari “perlawanan” terhadap gugatan itu Rahmadi, 2012 1-2.Khusus di abad ke-20, sufi sme al-Ghazali tampak lebih dominan di Kalimanta Selatan sehingga muncul kesan bahwa tasawuf falsafi sudah ditinggalkan. Padahal anggapan ini tidak semuanya benar, karena bersamaan dengan gerakan pen-sunni-an tasawuf, tasawuf falsafi juga tetap melakukan gerakan yang sama meskipun dilakukan secara diam-diam dan cenderung bergeser ke tempat-tempat yang jauh dari pusat kekuasaan, terutama pedalaman Kalimantan. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya naskah Sirr al-Lathīf ini. Dengan mengetahui setting yang meling-kari lahirnya naskah Sirr al-Lathīf di atas akan diketahui sebab-sebab pemikiran yang ada di da-lamnya dan kemudian mencoba “membaca” dan menganalisisnya agar diketahui kandungannya. Dalam artikel ini, kami akan memaparkan kan-dungan naskah dengan bertumpu pada tiga per-tanyaan penelitian 1 bagaimanakah konstruk mistisisasi surah al-Fatihah dalam naskah terse-but?; 2 bagaimanakah relasi puji memuji Tuhan dan hamba yang dilambangkan dalam sembahy-ang?; dan 3 bagaimanakah deskripsi tentang manusia sempurna insān kāmil?HASIL DAN PEMBAHASANKonstruk Mistisisasi surat al-Fatihah Built in Dalam TubuhSurat al-Fatihah dalam naskah Sirr al-Lathīf ditempatkan di bagian awal setelah halaman sampul. Penempatan ini tentunya ada maksud-maksud tertentu, misalnya, untuk menyatakan bahwa segala sesuatu harus dimulai dengan al-Fatihah, atau mungkin juga ada pemahaman bahwa al-Fatihah itu adalah induk segala surat. Berkaitan dengan surat ini, penjelasan yang diberikan memang bukanlah merupakan sebuah tafsir sebagaimana lazimnya, tetapi cenderung mengarah pada pemahaman mistik dan berujung pada pengalaman mistik. Dengan kata lain, penjelasan surat ini lebih tepat dipandang sebagai ekspresi dari pengalaman mistik seorang sufi . Inilah yang disebut mistisisasi surat Schimmel 1975 membagi pe-ngalaman mistik itu menjadi dua jenis yaitu yang berupa mistisisme ketakterhinggaan mysticism of Jurnal “Analisa” Volume 21 Nomor 01 Juni 2014halaman 77-9084Infi nity dan mistisisme kepribadian mysticism of Personality. Pengalaman pertama dapat dijumpai pada model ajaran Plotinus atau Upanishad dan dalam Islam dapat kita temui pada ajaran Ibn Arabi. Pengalaman ini kerap digambarkan sebagai lautan tak bertepi dimana manusia diibaratkan sebagai tetesan air yang tenggelam di dalamnya. Kerap juga digunakan perumpamaan bagai gurun luas dimana manusia ibarat debu di dalamnya. Bentuk pengalaman semacam ini kerap menuju pada suatu paham yang biasa mendapat sebutan pantheisme atau monisme yang kerap mendapat serangan akibat hancurnya pertanggungjawaban individu pada pemahaman seperti itu. Bentuk pengalaman kedua dapat dijumpai pada banyak sufi dimana hubu-ngan antara manusia dengan Tuhan digambarkan sebagai hubungan antara ciptaan dengan Penciptanya, hubungan antara budak dengan Tuannya dan antara pecinta dengan yang puncak pengalaman mistiknya, para sufi sering mengalami situasi yang mereka percaya pada saat itu mereka sedang berjumpa dengan Tuhan. Ungkapan-ungkapan yang tak lazim kadang keluar pada saat puncak pengalaman tersebut. Suatu keadaan yang kerap disebut sebagai keadaan syath. Meskipun mengundang banyak hujatan, para sufi dapat mencari pembenaran dengan menyandarkan pada pengalaman Nabi dalam mengungkapkan hadis qudsi sebagai pengalaman serupa dengan shath tersebut Ernst, 2003 29. Ekspresi ekstase shath tersebut merupakan salah satu kunci penting dalam memahami ajaran sufi sme. Bagi mereka yang mendukung, syatiyat dianggap sebagai jalan memahami wahyu Tuhan sedangkan bagi mereka yang menolak menganggap hal itu sebagai parodi kitab suci yang mengumpat dari penjelasan di atas, maka dipahami jika ayat-ayat al-Fatihah ditempatkan di bagian-bagian tubuh tertentu, sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut Letak Ayat-ayat dalam Surat Al-Fatihah pada Bagian-bagian Tubuh TertentuAYAT LETAKNYA DALAM TUBUHBism Allāh ar-Rahmān ar-Rahīmotak/ruhal-Hamdu li Allāhmuka rabb al-ālamīntelinga kananar-Rahmāntelinga kiriAr-Rahīmtangan kanan dan kirimālik yawm ad-dīnbelakang iyyāka na’budu Leherwa iyyāka nasta’īnDadaihdinā ash-shirāth al-mustaqīmurat dan lidahshirāth al-ladzīna Pusatan’amta alaihim kaki kanan dan kirigair al-maghdūbi Empedualaihim Kurawalā adh-dhāllīnHatiāmīnJantungDengan pemahaman tersebut, surat ini sudah ada di dalam built in diri manusia. Di tingkat lokal memang muncul kata-kata “al-Fatihah da-lam diri”, yang merefl eksikan pemahaman kog-nisi masyarakat lokal bahwa surah ini sudah ter-tanam dalam diri manusia, dan karenanya kewa-jiban bagi manusia untuk mengetahui dan meng-hayatinya. Dengan demikian, Yahya tidak berbi-cara tentang penafsiran surat al-Fatihah, tetapi ia berbicara tentang mistisasi surat tersebut. Selain ayat-ayat al-Fatihah yang terletak di bagian tubuh tertentu, di Kalimantan ditemukan juga kepercayaan huruf-huruf hijaiyah terletak di bagian-bagian tubuh tertentu. Kepercayaan ini dikenal dengan sebutan Ilmu Alif. Dipercayai bahwa manusia di alam akhirat akan wujud dalam berbagai keadaan. Supaya badan manusia berwujud seperti keadaannya di dunia, maka diamalkanlah Ilmu Alif tersebut. Ilmu ini diamalkan setiap salat. Jika seseorang tidak mengingatnya, maka ia akan kehilangan anggota tubuh di akhirat. Alif antara dua keningku baitullah di badanku; Bā kening kananku; Tā kening kiriku; Tsā dahiku; Jīm ubun-ubunku pintu Ka’bah di badanku; Hā bahu kananku; Khā bahu kiriku; Dāl kaki kananku; dzāl kaki kiriku; Rā rusuk kananku; Zai rusuk kiriku; Sīn susu kananku; Syīn susu kiriku; Shād Ajaran Tasawuf dalam Naskah Sirr Al-LathīfSulaiman85telinga kananku; Dhād telinga kiriku; Thā mata kananku; Zhā mata kiriku; ain tangan kananku; Ghīn tangan kiriku; Fā pinggang kananku; Qāf pinggang kiriku; Kāf belakang kananku; Lām belakang kiriku; Mīm mukaku; Nūn otakku; Wawu pusatku, batu bergantung di badanku; Hā hatiku Ka’bah di badanku; Lām alif sulbiku arsy dan kursi di badanku; Hamzah jantungku; Yā nyawaku utama Muhammad rahasia Allah di badanku Hermansyah, 2010 119.Kembali kepada Naskah Sirr al-Lathīf. Dengan mistisisasi surat al-Fatihah seperti disebutkan di atas, Yahya juga menambahkan penjelasannya bahwa saat membaca surah ini dalam sembahyang berarti memuji diri sendiri. Karena itu, tegas Yahya“Jadi kita berdiri sembahyang itu membaca al-Fatihah adalah sebenarnya memuji diri sendiri. Apabila tidak sembahyang berarti orang itu durhaka kepada ibu bapaknya, kepada Nabinya, kepada Datu Adam. Alamat neraka yang akan didapat.” Sirr al-Lathīf 2.Mereka yang mendirikan sembahyang dengan membaca surah al-Fatihah, maka pada esensinya ia sedang mengenal dirinya sendiri yang berarti akan mengenal Tuhannya sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadis terkenal “man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu” “barangsiapa mengenal dirinya, maka ia telah mengenal Tuhannya”. Hadis ini difahami oleh para sufi sebagai bagian yang sangat penting al-Kurdī, 1995 483. Menurut Seyyed Hossen Nasr 2007 5, pengetahuan diri akan mengantarkan pada pengetahuan tentang Tuhan. Tasawuf memandang serius hadis ini dan juga menempatkannya ke dalam amalan. Ia memberikan, di dalam semesta spiritual tradisi Islam, cahaya yang diperlukan untuk menerangi sudut gelap jiwa kita dan kunci untuk membuka pintu ke relung-relung tersembunyi dari wujud kita sehingga kita bisa berziarah ke dalam diri dan mengenal diri kita sendiri, dan pengetahuan ini pada akhirnya mengantarkan kepada pengetahuan tentang Tuhan, yang bersemayam di jantung/pusat/diri hanya kita ini diciptakan oleh Tuhan, akar keberadaan kita di sini dan pada saat ini pun ada di dalam Dia. Ketika kita bersaksi akan Ketuhanan-Nya sebagaimana yang dimaksud dalam ayat al-Quran, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” QS. al-A’raf [7] 172, dunia dan segala yang ada di dalamnya masih belum dicipta. Bahkan sekarang kita memiliki keberadaan pra-abadi kita di Hadirat Ilahi, dan kita telah membuat perjanjian kekal dengan Tuhan, yang tetap mengikat melampaui kesementaraan kehidupan duniawi kita dan di luar bidang ruang dan waktu tempat kita sekarang menemukan diri kita sendiri Nasr, 2007 5. Selain mengenal diri sendiri’ tersebut, Yahya juga menyatakan bahwa dalam surah al-Fatihah ini, Allah membuka rahasia-Nya kepada hamba-Nya, yaitu Muhammad Atas dasar ini, Yahya mengatakan bahwa antara Allah dan Muhammad itu tidak bercerai. Hal ini dinyatakan di bagian akhir ulasannya terhadap surah al-Fatihah “Ya Muhammad, jika tiada engkau tiada rahasia-Ku dan sekalian umatmu” Sirr al-Lathīf 4 Maksudnya, kalau tidak ada Muhammad niscaya Allah tidak akan pernah membuka rahasia-Nya kepada siapa pun. Rahasia-Nya tetap Dia sembunyikan untuk selama-lamanya Sells, 2004 31. Dari paparan di atas, tampak sekali Yahya memahami al-Fatihah dalam konteks mistik bukan berdasarkan penafsiran sebagaimana lazimnya. Dengan cara baca seperti ini, dapat dipahami jika surah tersebut dijelaskan dengan “menyalahi” metode penafsiran yang sudah mapan dalam studi al-Qur’an. Tentu saja tidak adil jika yang dilakukan Yahya di atas sebagai sebuah tindakan “pelecehan” terhadap al-Qur’an. Ia tidak melecehkan al-Qur’an, tetapi ia memahami Kitab Suci ini dengan cara yang mistik, yakni dengan memahami dimensi-dimensi batin dari fi rman-fi rman Allah itu. Puji-Memuji Tuhan dan Hamba Sembahyang Bagian lain yang diuraikan dalam naskah Sirr al-Lathīf adalah “puji memuji antara Tuhan dan hamba” dalam sembahyang, yang digambarkannya dengan al-Hamdu. Dalam al-Hamdu ini terjadi hubungan timbal balik Jurnal “Analisa” Volume 21 Nomor 01 Juni 2014halaman 77-9086pengabdian seorang Nabi kekasih Allah, dan pelakunya umat Nabi Muhammad pun akan merasakan hal yang sama sebagaimana dirasakan oleh Nabi. Pencapaian Manusia Sempurna Insān KāmilBagian akhir dari kandungan naskah Sirr al-Lathīf adalah konsep insān kāmil manusia sempurna. Yang dimaksud insān kāmil adalah manusia yang telah memiliki dalam dirinya hakikat Muhammad, atau disebut juga nur Muhammad atau ruh Muhammad yang merupakan makhluk yang mula-mula dijadikan Allah, dan juga sebagai sebab bagi diciptakannya alam ini. Beberapa hadis yang mendukung ajaran ini, antara lain 1 “Pertama-pertama dijadikan Allah Taala cahayaku, dan pada riwayat lain, ruhku.” ar-Raniri, 1961 147; 2 “Adalah aku Nabi, dan Adam antara air dan tanah.” ar-Raniri, tth 115; 3 Aku dari Allah dan alam dariku.”; ar-Raniri, tth 159; dan 4 “Jikalau tiada engkau, ya Muhammad, niscaya tiada kujadikan segala alam ini.” ar-Raniri, tth 125-126.Jalāl ad-Dīn Rūmī dalam sebuah syairnya juga menyatakan alasan Tuhan menciptakan alam semesta ini karena Nabi Muhammad. Rūmī menyatakanTuhan tidaklah mencipta di bumi atau di langit yang tinggi sesuatu yang lebih gaib daripada ruh telah menyingkapkan rahasia segala sesuatu, baik yang basah maupun yang kering, namun Dia menutup rahasia ruh “ia masuk urusan Tuhanku.”Karena penglihatan Saksi yang mulia melihat ruh itu, maka sia-sialah tetap bersembunyi yang disebut “Yang Maha Adil”, dan Saksi itu milik-Nya Saksi yang adil itu adalah mata Sang Pandangan Tuhan di kedua dunia adalah kesucian hati tatapan Sang Raja tertuju pada orang yang cinta kasih-Nya yang bermain-main dengan kekasih-Nya adalah sumber dari seluruh tabir yang telah Dia karena itu Tuhan kita Yang Maha Pengasih saling memuji antara Tuhan dan hamba. Yahya menyatakan bahwa sembahyang lima waktu keluar dari al-Hamdu, dan al-Hamdu itu adalah kepala al-Qur’an. Kemudian dijelaskan lebih lanjut tentang hubungan sembahyang lima waktu dengan sembahyang zhuhur itu keluar dari alif, empat rakaat yaitu dua telinga dan dua mata, keluar dari cahaya manikam yang kuning; adapun hurufnya cahayanya yaitu paru-paru pada kita. Adapun sembahyang ashar itu keluar dari lam, empat rakaat yaitu dua tangan dan dua kaki; keluar dari cahaya manikam yang merah; hurufnya cahayanya yaitu jantung pada kita. Adapun sembahyang maghrib itu keluar dari ha tiga rakaat, dua lubang hidung dan satu tulang mulut, keluar dari cahaya manikam yang hijau, hurufnya cahayanya yaitu empedu pada kita. Adapun sembahyang isya itu keluar dari huruf mim, empat rakaat, dua susu, satu pusat, dan satu sulbi, keluar dari cahya manikam yang hitam; adapun huruf cahayanya limpa pada kita. Adapun sembahyang subuh itu keluar dari huruf dal, dua rakaat, satu tubuh dan satu nyawa ruh dan jasad, keluar dari cahaya manikam yang putih; adapun huruf cahayanya yaitu hati pada kita Sirr al-Lathīf 7-8.Selanjutnya Yahya menambahkan uraiannya berkaitan gerakan postur sembahyang yang berkaitan dengan Ahmad. Berdiri tegak keluar dari alif ﺍ yang melambangkan sifat api. Ruku keluar dari ha ﺡ melambangkan sifat angin. Sujud keluar dari mim ﻡ yang melambangkan sifat air. Duduk antara dua sujud keluar dari dal ﺩ yang melambangkan sifat tanah. Jadi, yang dinamakan sembahyang itu adalah Ahmad yang representasikan oleh tubuh kasar, yang menyampaikan sembahyang adalah Nur Muhammad, sedangkan yang dituju sembahyang adalah Allāh al-Shamad Sirr al-Lathīf 8. Melalui uraiannya ini, Yahya ingin menegaskan bahwa secara lahiriah sembahyang yang dilaksanakan itu adalah Ahmad, dan Ahmad itu adalah nama lain untuk Nabi Muhammad saw. Mungkin yang dimaksud di sini adalah sembahyang itu hendaknya mengikuti Nabi Muhammad termasuk gerakan, perkataan, dan kekhusyuan beliau saat melaksanakan sembahyang. Di sini, sembahyang itu pada hakikatnya merupakan manifestasi dari ϣ Ajaran Tasawuf dalam Naskah Sirr Al-LathīfSulaiman87berfi rman kepada Nabi pada malam miraj “Kalau bukan karena engkau niscaya tidaklah Kuciptakan alam.” Dikutip dari Nicholson, 2002. 104.Uraian di atas menyatakan dengan jelas bahwa Nabi Muhammad atau nur Muhammad telah dijadikan sebelum alam ini, sebelum adanya dalam bentuk seorang Nabi insani. Nur tersebut qadim lagi azali. Nur Muhammad inilah yang selalu berpindah dari generasi ke generasi berikutnya dalam berbagai bentuk para nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, dan lain-lain, kemudian dalam bentuk Nabi penutup, Muhammad saw. Selanjutnya, ia berpindah kepada para imam, dalam kalangan Syiah Imamiyah, dan berakhir pada Imam Mahdi. Di kalangan para sufi , nur tersebut berpindah kepada para wali dan berakhir pada wali penutup khatam auliyā, yakni Nabi Isa yang akan turun pada akhir zaman al-Jīlī, 1975 84.Nur atau ruh Muhammad, dalam tasawuf Ibn Arabi, adalah merupakan wadah tajalli Ilahi yang paling sempurna, dan karena itu ia dipandang sebagai khalifah Ilahi atau Insān Kāmil dalam arti yang paling khas. Ketika bagian-bagian tertentu dari alam ini merupakan wadah tajalli dan sebagian tertentu dari asma dan sifat Allah, maka Insan Kamil itu merupakan satu-satunya wadah tajalli bagi ism al-Jalālah, yakni Allah, yang dipandang sebagai pengikat semua nama dan dari itu, hakikat Muhammad mempunyai dua jalur hubungan hubungannya dengan alam sebagai asas penciptaan dan hubungannya dengan manusia sebagai hakikat manusia. Dari segi hubungannya dengan alam, maka nur Muhammad seperti tersebut dalam hadis, adalah nur yang mula-mula dijadikan Allah dan yang darinya dijadikan alam semesta ini alam jasmani dan alam ruhani. Jadi, nur Muhammad mengandung dalam dirinya apa yang disebut al-ayan al-mumkinah kenyataan yang mungkin, dan dengan fi rman Kun, segala yang berwujud potensial itu beralih kepada wujud aktual dalam bentuk alam empiris ini. Namun, tujuan penciptaan alam belum lagi tercapai, karena alam ini merupakan kaca yang belum terasah, sehingga tidak dapat berperan sebagai cermin bagi Allah untuk melihat kesempurnaan-Nya. Adapun dari segi hubungannya dengan manusia, maka nur Muhammad juga disebut hakikat manusia atau Insān Kāmil. Dalam dirinya mengandung segala hakikat wujud. Karena itu Insān Kāmil merupakan wadah tajalli Allah yang paling lengkap, sehingga dapat berperan sepenuhnya sebagai cermin-Nya untuk melihat diri-Nya dalam wujud yang lengkap dan sempurna Daudy, 1983 185-186.Ajaran yang berasal dari Ibn Arabi ini kemudian dikembangkan Abd al-Karīm al-Jīlī dalam sebuah karya pentingnya, al-Insān al-Kāmil fī Marifah al-Awākhir wa al-Awaāil. Ajaran ini kemudian dikembangkan oleh para sufi di Aceh lewat Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani, dan Syekh Nuruddin ar-Raniri. Dari Aceh, ajaran insān kāmil masuk ke Kalimantan lewat dua tokoh utamanya, Syaikh Muhammad Nafīs al-Banjarī dan Syaikh Abdul Hamid Abulung Mansur, 1990. Dari Kalimantan Selatan, ajaran insān kāmil kemudian masuk ke seluruh wilayah Kalimantan Sulaiman, 2001. Insān Kāmil dalam naskah Sirr al-Lathīf dinyatakan bahwa ia ada dalam sosok Nabi Muhammad yang dilukiskan dalam sebuah simbolisme huruf. Simbolisme huruf tidak sekedar seni menulis, tetapi di balik itu semua ada pesan-pesan mistik yang terkandung di dalamnya. Sebagaimana diingatkan oleh Littlejohn 1989 134 bahwa tindakan personal atau teks sebenarnya mengandung pesan-pesan tertentu yang perlu diinterpretasi untuk menemukan makna-makna yang terkandung di dalamnya. Pendapat senada dikemukakan oleh Atmosuwito, yang mengatakan bahwa simbol merupakan suatu pola yang mengandung kenyataan yang tidak terlihat invisible reality yang hanya dapat ditangkap dengan penglihatan batin. Karena contoh gambar dari alam syahādah digunakan dalam menyatakan realitas yang tidak terlihat, maka dalam simbol dua kenyataan yang berbeda, yaitu kenyataan dalam dan kenyataan luar, disatukan Atmosuwito, 1989 68. Dalam Jurnal “Analisa” Volume 21 Nomor 01 Juni 2014halaman 77-9088teorinya tentang strata simbol, Ermatinger dalam Hinderer, 1972 menyatakan bahwa bentuk-bentuk simbol berkaitan langsung dengan bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran batin manusia. Pendek kata, manusia tidak dapat membebaskan diri dari simbol apabila memikirkan perkara-perkara yang tidak dapat dilihat dengan mata. Di sini simbol bukan hanya sekadar tanda yang membawa seseorang mengenali sesuatu, tetapi juga-khususnya dalam kaitannya dengan pengalaman keagamaan dan mistikal, berfungsi membawa seseorang mencapai pemahaman tentang wujud suci yang lebih tinggi dan tersembunyi Hadi WM, 2001 90. Gambar Judul gambar belum adaSosok Insān Kāmil dalam Naskah Sirr al-LathīfDalam tradisi sufi penggunaan simbol berhubungan dengan tradisi esoterik mereka yang menekankan pentingnya makna dalam. Lebih jauh penyair-penyair sufi memandang bahwa puisi merupakan simbol-simbol dari kebenaran dan keindahan jiwa manusia. Sebagaimana dalam tradisi besar sastra dunia yang lain, simbol-simbol atau citra-citra simbolik yang terdapat di dalam khazanah sastra sufi memilikt sejarah, latar belakang dan akar tersendiri yang khusus, yaitu gagasan keruhanian mereka dan latar belakang budaya di mana tasawuf mula-mula tumbuh dan berkembang. Selain diambil dari al-Qur’an, Hadis Nabi dan sejarah Islam, simbol-simbol dalam puisi sufi stik juga diambil dan dimodifi kasi dari tradisi lokal. Seorang ahli sufi yang terkenal pada abad ke-11 al-Qusyairī di dalam kitabnya Risālah al-Qusyairiyah mengatakan bahwa lahirnya simbol-simbol di dalam tasawuf, dan penggunaannya dalam pengucapan puisi sufi , berhubungan erat dengan tradisi esoterik mereka. Penggunaan simbol dimaksud agar gagasan-gagasan esoterik mereka terlindung dari pengetahuan golongan masyarakat yang tidak sepaham dengan pemikiran mereka Taftazani, 1985 134. Di dalam Kitab al-Luma` at-Thūsī mengatakan bahwa simbol-simbol adalah pengertian samar yang tersembunyi di balik ungkapan-ungkapan lahir, dan hanya dapat dipahami oleh ahli yang menguasainya. Menurut at-Thūsī, dalam simbol, terdapat dua jenis makna 1 makna lahir dari kata-kata yaitu arti harfi ahnya; 2 makna keruhanian yang tersembunyi yang memerlukan telaah dan kajian mendalam Taftazani, 1985 134. Cara menangkap makna tersembunyi itu ialah dengan menelaahnya menurut metode takwil atau tafsir keruhanian. At-Taftazani mengatakan bahwa pada dasarnya penggunaan simbol untuk mengungkapkan kenyataan dan pengalaman keruhanian seorang ahli sufi ; yang menjadi ciri dari sufi -sufi abad ke-10 dan sesudahnya, timbul dari usaha untuk mengalihkan pengalaman kejiwaan mereka yang luar biasa kepada orang lain dengan bahasa yang dapat diindra, yaitu bahasa fi guratif majāz puisi. Simbol-simbol dalam puisi para sufi hendaknya tidak dipandang sebagai kata-kata biasa, karena setiap simbol memiliki titik pendakian ke arah pengartian luas mathla. Simbol-simbol tersebut menunjukkan pengartian yang dicipta dalam keadaan jiwa yang dinamis atau bergelora dan menggambarkan Ajaran Tasawuf dalam Naskah Sirr Al-LathīfSulaiman89secara hidup kecenderungan perasaan, pikiran dan kalbu seorang sufi yang dilimpahi gairah ketuhanan. Pernyataan senada dikemukakan oleh Annemarie Schimmel, yang menemukan adanya pesan-pesan mistik dalam pemakaian huruf-huruf Arab yang digunakan secara luas di kalangan sufi Schimmel, 1970. PENUTUPSetelah diuraikan panjang lebar hasil kajian terhadap naskah Sirr al-Lathīf, dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, ayat-ayat surat al-Fatihah dipercayai terletak pada organ-organ tubuh manusia, yang mengisyaratkan bahwa ia sudah built in dalam diri manusia. Dengan demikian, penjelasan ini bukanlah sebuah tafsir, melainkan mistisisasi surat al-Fatihah. Kedua, penjelasan sembahyang salat dalam naskah Sirr al-Lathīf mempunyai kekhasan yang tidak ditemukan dalam penjelasan fi kih. Ia mencoba menghubungkan sembahyang sebagai penyatuan antara Tuhan dan hamba. Dan ketiga, penjelasan insān kāmil sebagai representasi dari manusia yang sempurna, tidak jauh berbeda dengan konsep-konsep dari para sufi mainstream. Namun, naskah ini lebih banyak menggunakan simbolisasi untuk menggambarkan keterbatasan kata-kata verbal untuk mengungkapkan hubungan yang sangat intim tersebut. Dari tiga kesimpulan di atas, dapat digarisbawahi bahwa naskah ini tidaklah independen dari pemikiran-pemikiran yang sudah ada sebelumnya. Ia merupakan ringkasan ajaran tasawuf yang sudah berkembang pada masa itu, dan jika dirunut ke belakang tetap ada hubungan yang erat dengan ajaran wahdah al-wujūd, yang memang sudah mengakar kuat di Nusantara. Wallāhu a’lam bi PUSTAKAAbdurrahman, 1989. “Studi tentang Undang-Undang Sultan Adam 1835 Suatu Tinjauan tentang Perkembangan Hukum Dalam Masyarakat dan Kerajaan Banjar pada Pertengahan Abad ke-19”. Banjarmasin Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Subijanto. 1989. Perihal Sastra dan Religiusitas Dalam Sastra. Bandung CV. Sinar Azyumardi. 1994. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Bandung Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta Badan Peneliti dan Publikasi Seksi Filologi, Fak. Sastra Universitas Gadjah Oman. 2008. Tarekat Syattariyah di Minangkabau. Jakarta PPIM UIN Syarif Hidayatullah-KITLV-École française d’Extrême-Orient-Prenada Media Muhammad. 2005. Derrida. Yogyakarta LKiS. Hadi Abdul. 2001. Tasawuf Yang Tertindas Kajian Hermeneutik terhadap Karya-karya Hamzah Fansuri. Jakarta 2010. Ilmu Gaib di Kalimantan Barat, Jakarta KPG-École française d’Extrême-Orient-KITLV dan STAIN Walter. 1972. “Theory, Conception and Interpretation of the Symbol”, dalam Joseph Strelka ed., Perspectives in Literary Symbolism. University Park and London Pennsylvania State Abd al-Karīm ibn Ibrāhīm. 1975. Al-Insān al-Kāmil fī Marifat al-Awākhir wa al-Awā’il. Beirut Dār Stephen W. 1989. Theories of Human Communication. California Wadsworth Publishing Nabilah. 1996. Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta Forum Kajian Bahasa dan sastra Arab, Fak. Adab IAIN Syarif Laily. 1982. Kitab ad-Durrun Nafi s Tinjauan atas Suatu Ajaran Tasawuf. Banjarmasin Hasanu. Jurnal “Analisa” Volume 21 Nomor 01 Juni 2014halaman 77-9090Masfi ah, Umi. 2009. Naskah Melayu Bernuansa Keagamaan Islam di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan Kajian Naskah Kitab Tahqiq di Kalimantan Selatan Laporan Penelitian. Semarang Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, Dep. Agama Seyyed Hossein. 2007. The Garden of Truth The Vision and Promise of Sufi sm, Islam’s Mystical Tradition. New York Harper Reynold A. 2002. Jalaluddin Rumi Ajaran dan Pengalaman Sufi , terj. Drs. Sutejo. Jakarta Pustaka “Dinamika Intelektual Islam di Kalimantan Selatan Studi Genealogi, Referensi, dan Produk Pemikiran”, Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vo. 11, No. 1, Januari Syekh Nuruddin. Asrār al-Insān fī Marifah ar-Rūh ar-Rahmā, ed. Tujumah. Jakarta tp. Sahriansyah. 2009. Pemikiran Ilmu Sabuku Syekh Abdul Hamid Ambulung. Semarang Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, Departemen Agama Annemarie. 1970. Islamic Calligraphy, Edi. “Menyikapi Warisan Budaya”, Media Indonesia, 25 Maret Michael A. 2004. Terbakar Cinta Tuhan Kajian Eksklusif Spiritualitas Islam Awal, penerj. Alfati. Bandung 2001. Wahdah Al-Wujūd di Kotawaringin Studi Naskah Tasawuf Muhtar ibn `Abd al-Rahīm. Tesis S2. Semarang Pascarsajana IAIN Ahmad. 1998. Ulama Banjar Posisi dan Peranannya pada Akhir Abad XVIII. Semarang Puslit IAIN Abu al-Wafa. 1985. Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. Ahmad Rofi ’ Utsmani. Bandung Pustaka, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta Dunia Pustaka Mudjahirin. “Filologi dan Kebudayaan”, diakses 23 April 2013. Wollf, Janet. 1991. “Hermeneutic and Sociology” dalam Henry Etkowitz dan Ronald M. Glassman [ed.], The Renaissance of Sociological Theory. Itaca, Illinois F. E. Peacock Publisher, Inc. Zamzam, Zafri. 1979. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Banjarmasin tp. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this RahmadiThis paper tries to explore the intelectual Islamic dynamic in South Kalimantan throughthe studies on many influences that become the genealogic root of Islam in this region,and then through the religious literatures that referenced by the intelectual of religiouselite and the tipology of thought’s product that emerged for more than two the writer uses the history of social-intelectual approach with based on the writtentext. This writing tells us that the genealogical root, intelectual reference, and the tipologyof religious thought which was producted actually part of the trend of intelectual muslimdynamic which commonly spreaded in Nusantara and Southeast tentang Undang-Undang Sultan Adam 1835 Suatu Tinjauan tentang Perkembangan Hukum Dalam Masyarakat dan Kerajaan Banjar pada Pertengahan Abad ke-19AbdurrahmanAbdurrahman, 1989. "Studi tentang Undang-Undang Sultan Adam 1835 Suatu Tinjauan tentang Perkembangan Hukum Dalam Masyarakat dan Kerajaan Banjar pada Pertengahan Abad ke-19". Banjarmasin Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Sastra dan Religiusitas Dalam SastraSubijanto AtmosuwitoAtmosuwito, Subijanto. 1989. Perihal Sastra dan Religiusitas Dalam Sastra. Bandung CV. Sinar Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIIIAzyumardi AzraAzra, Azyumardi. 1994. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Bandung BariedDkk BarorohBaried, Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta Badan Peneliti dan Publikasi Seksi Filologi, Fak. Sastra Universitas Gadjah Syattariyah di Minangkabau Jakarta PPIM UIN Syarif Hidayatullah-KITLV-École française d'Extrême-Orient-Prenada Media GroupOman FathurahmanFathurahman, Oman. 2008. Tarekat Syattariyah di Minangkabau. Jakarta PPIM UIN Syarif Hidayatullah-KITLV-École française d'Extrême-Orient-Prenada Media FayyadFayyad, Muhammad. 2005. Derrida. Yogyakarta LKiS.
oRTE. 360 43 7 223 178 113 220 139 399
hakikat al fatihah dalam tubuh